Jakarta (ANTARA News) - Fungsionaris DPP Partai Golkar, Muladi, mengatakan wacana kembali ke UUD 1945 asli atau naskah UUD sebelum amendemen, yang dilontarkan sejumlah kalangan, adalah suatu langakah mundur karena tidak sesuai dengan semangat demokratisasi sedang berjalan. "Yang mengusulkan seperti itu adalah orang aneh, orang keblinger," katanya dalam acara Temu Wicara antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan DPP Partai Golkar di Jakarta, Sabtu malam. Menurut Muladi, UUD 1945 sebelum diamandemen sangat didominasi aturan yang mengukuhkan kekuasaan eksekutif, sehingga sangat jauh dari semangat demokrasi. Muladi yang kini menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengatakan, proses demokratisasi yang sedang berlangsung, terutama setelah dilakukan empat kali amendemen terhadap konstitusi, adalah suatu proses yang akan terus berjalan dan tidak dapat dihindari. "Demokrasi adalah `point of no return`," katanya. Amendemen UUD 1945 yang sudah berlangsung empat kali, katanya, adalah prestasi bangsa yang luar biasa dalam usaha keluar dari sistem pemerintahan yang absolut. Selain itu, menurut dia, amendemen UUD 1945 adalah suatu bentuk desakralisasi konstitusi yang selama ini sangat didominasi oleh kekuasan eksekutif dan militer. Bentuk desakralisasi itu dapat dilihat pada pasal-pasal hasil amendemen yang menjamin hak konstitusional warga negara, kebebasan pers, dan kepemimpinan sipil atas militer. Berangkat dari fakta-fakta tersebut, katanya, yang seharusnya didukung adalah wacana amendemen kelima UUD 1945, bukan kembali pada UUD 1945 sebelum amendemen. Menurut dia, wacana amendemen kelima adalah suatu yang masuk akal, terutama apabila amendemen kelima ditujukan sebagai langkah konsolidasi antara hasil amendemen kesatu sampai keempat. "Amendemen kelima adalah amendemen konsolidasi dari amandemen satu sampai empat," kata Muladi. Amendemen konsolidasi, menurut Muladi, adalah amendemen yang menyatukan semangat dalam pembukaan UUD 1945 dengan butir-butir yang ada dalam batang tubuh hasil amendemen satu sampai empat. Selain itu juga dimungkinkan untuk menambahkan butir-butir aturan baru dalam pada amandemen kelima, sesuai dengan kebutuhan kehidupan berbangsa saat ini. Muladi memberi catatan, seharusnya amendemen kelima dilakukan oleh suatu komisi konstitusi independen yang bertugas menentukan target dan rumusan amandemen konstitusi. Dengan begitu, kepentingan politis yang ada dalam proses amendemen satu sampai empat tidak akan ditemui dalam amendemen kelima. Sama halnya ketika bicara dalam Konvensi Nasional ke-10 Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL) awal April silam, Muladi mengatakan sebaiknya amendemen kelima UUD 1945 dilakukan setelah tahun 2009. Hal itu disebabkan setiap perubahan terhadap konstitusi dipastikan memicu berbagai gejolak baru hingga bisa tercipta instabilitas. "Jadi yang paling tepat waktunya adalah oleh MPR yang akan datang," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007