Jakarta (ANTARA News) - Ketua PBNU Robikin Emhas mengatakan hakim hendaknya diberi kesempatan mewujudkan keadilan di dalam menangani kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sesuai dengan prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, hakim yang memeriksa dan mengadili dugaan penodaan agama ini harus mandiri dan bebas dari campur tangan pihak mana pun, kata Robikin dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Kamis.
"Itu artinya proses peradilan yang akan berlangsung tidak boleh dipengaruhi, apalagi diintervensi oleh kepentingan siapa pun dan apa pun, baik kepentingan kekuasaan, kapital, maupun kekuatan massa," katanya.
Menurut dia, kebebasan dan kemandirian hakim tersebut dimaksudkan untuk satu tujuan, yakni agar hakim dapat menemukan kebenaran dan keadilan hukum.
"Suatu keadilan berdasar hukum yang berlaku sesuai dengan derap nafas hukum yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat," katanya.
Sebagaimana irah-irah putusan pengadilan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", kata Robikin, sudah seharusnya masyarakat dan seluruh pihak memberi kesempatan kepada para hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut untuk membuktikan dirinya selaku wakil Tuhan di dalam penegakan hukum di Indonesia.
Ia mengatakan bahwa di antara prinsip pokok negara hukum adalah "equality before the law", yakni adanya pengakuan dekralatif normatif dan perlakuan empirik bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
Pada bagian lain, Robikin mengatakan bahwa dalam kasus Ahok secara profesional Polri bergerak cepat. Penyidik dalam waktu 14 hari telah merampungkan penyidikan sejak hasil gelar perkara pada tanggal 15 November 2016 diumumkan kepada publik.
"Persis sesuai janji pemerintah tatkala menerima delegasi demonstran tanggal 4 November 2016," katanya.
Bahkan, berkas perkara itu hanya "mampir" 2 jam di kejaksaan dan langsung dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
"Suatu proses yang boleh dibilang cepat sesuai dengan janji pemerintah," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016