Pekanbaru (ANTARA News) - Pulau-pulau yang berada di perbatasan Riau dengan Malaysia terancam hilang karena meluasnya abrasi oleh hempasan gelombang Selat Melaka. "Rehabilitasi pulau-pulau di wilayah Provinsi Riau yang berada sepanjang Selat Melaka harus segera dilakukan karena abrasi makin parah dan menenggelamkan daratan pulau," ujar Wakil Gubernur (Wagub) Riau H. Wan Abu Bakar MS di Pekanbaru, Sabtu. Ia mengungkapkan pernyataan tersebut setelah melihat langsung makin hilangnya daratan pulau-pulau di perbatasan Riau-Malaysia akibat hempasan gelombang Selat Melaka. Dari perjalanannya menyusuri pulau-pulau terpencil wilayah Riau di sepanjang Selat Melaka dalam pekan ini, seperti Pulau Bengkalis dan Pulau Rangsang, terungkap setiap tahun 20-30 meter daratan pulau hilang akibat abrasi. "Abrasi seperti ini jangan dianggap biasa sebab akan merugikan Indonesia karena pulau-pulau yang terkikis dan daratannya menjadi laut merupakan wilayah terluar yang berbatasan dengan negara tetangga," ungkap Wagub. Saat meninjau abrasi di Dusun Sungai Gayung Desa Tanjung Medang Kecamatan Rangsang Kabupaten Bengkalis, ia mengatakan, satu-satunya cara untuk mengamankan pulau tersebut dari terus menerus terkikis adalah dengan cara rehabilitasi pesisir pantai dengan tanaman mangrove atau hutan bakau. "Jika rehabilitasi dengan cara membangun dam sepanjang pulau tidak mungkin karena dananya amat besar lagipula sasaran utama adalah wilayah pemukiman," katanya. Dusun Sungai Gayung beberapa tahun lalu merupakan wilayah yang jauh dari pantai, namun kini rumah penduduk telah berada ditengah laut bahkan Sungai Gayung, sungai yang dulunya mengalir di daerah itu telah hilang ditelan air laut akibat abrasi. Menurut Kepala Desa Tanjung Medang Setu (41) pihaknya tidak mampu mengatasi kekerasan ombak Selat Melaka hingga mengikis daratan di desanya yang merupakan lahan rawa gambut. "Rumah penduduk dulunya berada jauh dari pantai, tapi kini berubah seakan berada ditengah laut," katanya seraya menambahkan tiap tahun daratan di desanya yang berubah menjadi laut akibat abrasi mencapai 30 meter. Abrasi pantai dan pendangkalan laut di daerahnya sangat menghambat perekonomian masyarakat karena tanaman kelapa yang menghasilkan komoditas utama masyarakat setempat hilang terbawa ombak, sedangkan yang masih bertahan kondisinya juga kritis oleh interupsi air laut. Selain itu, masyarakat juga kesulitan untuk keluar-masuk kampung karena angkutan mereka yakni pompong (kapal kayu bermesin) dan speed boat tidak bisa merapat akibat pendangkalan laut. "Sedangkan, jalan lintas antar desa di Pulau Rangsang ini tidak ada. Satu-satunya jalan lewat laut tapi terhalang kondisi air laut dan mahalnya ongkos kapal," katanya. Itu sebabnya, lanjut dia, potensi perkebunan baik kelapa, karet, sayur mayur maupun buah-buahan dan ikan amat sulit mereka pasarkan keluar. "Masyarakat kami ini umumnya orang susah, bertambah susah pula dengan kondisi alam seperti ini walaupun daerahnya subur tapi hasilnya tidak dapat dibawa keluar," kata Setu yang juga merangkap sebagai mantri kesehatan di pulau terpencil itu. Menanggapi hal tersebut, Wagub Wan Abu Bakar telah menginstruksikan Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Riau untuk merehabilitasikan wilayah pulau yang padat penduduknya. Menurut dia, dana untuk merehabilitasi dapat diajukan ke Departemen Kehutanan karena pihaknya pernah mendapat informasi dana tersebut dari Menteri Kehutanan. "Untuk rehabilitasi kawasan abrasi dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan pemuda desa untuk penanaman bibit mangrove dengan dana Departemen Kehutanan. Pemberdayaan masyarakat desa sekaligus menyelamatkan pulau," ungkap Wan perihal program yang dijalankan Departemen Kehutanan itu. Sebab, lanjut dia jika pemerintah tidak cepat menyelamatkan kawasan pesisir yang tergerus ombak maka bukan tidak mungkin sepuluh atau duapuluh tahun yang akan datang wilayah perbatasan tersebut benar-benar hilang.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007