Banda Aceh (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) segera membentuk tim investigasi untuk pendataan ulang terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) dari provinsi itu yang terancam hukuman mati di Malaysia. "DPRA akan melakukan investigasi dan pendataan ulang terhadap para TKI Aceh yang bermasalah di Malaysia," kata Ketua DPRA, Sayed Fuad Zakaria, dalam pertemuan dengan LBH Banda Aceh dan Kontras Aceh di Banda Aceh, Sabtu. Ia mengatakan, investigasi TKI bermasalah itu tidak hanya di Malaysia, tapi juga di negara-negara lainnya seperti Thailand dan Singapura. Dia mengatakan, ini merupakan langkah yang baik untuk membuka kerjasama awal dalam membela para TKI Aceh di Malaysia yang mempunyai masalah hukum. DPRA menganggap kedatangan TKI Aceh ke Malaysia pada dasarnya bukan untuk melanggar hukum tetapi untuk mencari kehidupan yang lebih baik. "DPRA akan melakukan pembelaan dengan tetap menghormati hukum di Malaysia, karena walau bagaimanapun, mereka tetap warga Aceh, dan kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan dan ini dilakukan atas dasar kemanusiaan," jelas Sayed. Ia menjelaskan, langkah awal yang sudah dilakukan DPRA adalah menyurati Menlu dan Dubes RI di Malaysia untuk kasus Nasruddin Daud, terpidana hukuman mati dalam kasus dadah (narkotika). Selanjutnya, DPRA akan melakukan investigasi dan pendataan ulang terhadap para TKI Aceh yang bermasalah dengan hukum di luar negeri, tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di negara-negara lainnya seperti Thailand, Singapura, dan negara lain yang ada TKI Aceh. "Dewan juga akan melakukan pendekatan dengan cara melobi Pemerintahan Malaysia. Dalam waktu dekat DPRA akan segera bertemu dengan Pemerintah Aceh dan pihak terkait lainnya untuk membuat rencana aksi mendesak menyikapi ancaman hukuman mati tersebut," ujar Sayed. Namun, jelasnya, permasalahannya, Pemerintah Aceh tidak memiliki alokasi dana untuk kegiatan seperti itu dalam anggaran yang sudah disahkan, sehingga perlu mensiasati sumber dana lainnya untuk segera dapat menindaklanjuti upaya pembelaan terhadap warga Aceh yang terancam hukuman mati di Malaysia. Menurut Sayed, selain upaya aksi mendesak untuk pembelaan warga Aceh yang sudah dalam proses hukum, pihak DPRA juga setuju untuk melakukan evaluasi keberadaan pelarian politik di luar negeri termasuk mendorong upaya pengembalian mereka ke Aceh. "Ini bisa didorong menjadi bagian dari program reintegrasi," kata Sayed. Rekomendasi Sementara itu, LBH Banda Aceh dan Kontras Aceh menyampaikan beberapa rekomendasi kepada DPRA, agar membangun komunikasi dengan pihak negara-negara Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang pernah terlibat dalam proses perdamaian di Aceh. Mereka juga menyerahkan dokumen yang telah disusun sebelumnya tentang pengancaman hukuman mati terhadap 52 orang TKI asal Aceh di Malaysia. Dalam dokumen tersebut juga tercantum rekomendasi-rekomendasi untuk Pemerintah Aceh dan DPRA dalam menyikapi ancaman hukuman mati TKI asal Aceh di Malaysia. Koordintor Kontras Aceh, Asiah menjelaskan, rekomendasi itu antara lain, melobi Pemerintah Malaysia untuk meminta keringanan hukuman terhadap warga Aceh yang terancam hukuman mati mengingat keberadaan mereka di negeri jiran itu diduga kuat sebagai dampak dari konflik. Asiah menganjurkan meminta negara-negara tersebut dan para pihak untuk mengevaluasi kembali pelaksanaan program reintegrasi yang tidak menyentuh keberadan pelarian politik di luar negeri termasuk pemulangan kembali mereka ke Aceh. DPRA diminta mendesak Pemerintah pusat untuk segera membentuk tim advokasi yang bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap jumlah warga Aceh yang terancam hukuman mati dan mengumpulkan informasi-informasi lain berkaitan dengan proses hukum terhadap kasus mereka seperti tuduhan, penahanan. Tim advokasi bertugas sebagai pengacara pendamping dalam proses peradilan di Malaysia yang melibatkan pengacara-pengacara setempat. DPRA juga dapat melakukan lobi secara langsung dengan parlemen Malaysia atau dengan Yang Di Pertuan Agung Diraja Malaysia untuk memohon keringanan hukuman bagi warga Aceh tersebut. "Lobi tersebut harus didukung dan diperkuat dengan upaya Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan warga Aceh di Malaysia baik legal maupun illegal sekaligus membenahi hubungan-hubungan diplomatik yang menyangkut tenaga kerja Aceh di luar negeri," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007