Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Zubir, menginginkan impor cangkul dapat dihentikan dan seharusnya industri kecil dan menengah lebih dibantu lagi dalam rangka memenuhi kebutuhan cangkul nasional.
"Impor cangkul harus dihentikan," kata dia, di Jakarta, Selasa. Negara asal bilah cangkul impor itu adalah China dan importasi dilakukan BUMN.
Menurut dia, bila tidak ada keinginan menghentikan impor cangkul, sama saja dengan tidak ingin meningkatkan produksi dalam negeri. Teknologi pembuatan bilah cangkul alias pacul bukan teknologi tinggi dan sudah banyak perajin alat produksi pertanian itu di Indonesia.
Politisi Partai Hanura itu berpendapat, selama ini kebutuhan cangkul domestik tidak terpenuhi antara lain karena pasokan bahan baku yang minim.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan ketersediaan bahan baku bagi industri kecil-menengah untuk produksi cangkul.
Dia heran karena Indonesia yang telah dapat menghasilkan alat seperti turbin pesawat hingga pesawat terbang nirawak, namun masih mengimpor bilah cangkul.
Sebelumnya, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro, mengaku impor cangkul yang beberapa waktu lalu ramai diperdebatkan merupakan bukti tidak ada sinergi antara perusahaan-perusahaan pelat merah.
Ro dalam seminar Value Creation Holding BUMN 2017, di Jakarta, Kamis (24/11), mengatakan kejadian tersebut ironis karena yang mengimpor dan membeli cangkul buatan China itu adalah sejumlah BUMN.
Menurut dia, kasus impor cangkul yang ramai diperdebatkan akhir Oktober lalu memang cukup menohok. Meski jumlahnya kecil, fakta bahwa pemerintah menyetujui impor besi cangkul adalah mengejutkan.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, dalam sejumlah kesempatan juga mengemukakan tengah menyiapkan skema penugasan kepada tiga BUMN untuk memenuhi kebutuhan nasional akan bilah cangkul.
Kementerian Perindustrian, ujar dia, juga akan mendorong BUMN yang selama ini memiliki izin impor barang tersebut untuk tidak lagi mengimpor tetapi menjual produl dalam negeri.
Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016