Jakarta (ANTARA News) - Kasus luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. harus segera dituntaskan, karena mengancam perekonomian tidak hanya di Jawa Timur, tetapi hingga taraf nasional, kata anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demkrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristianto. "Lumpur Lapindo, yang menyebabkan rusaknya infrastruktur di Sidoarjo, telah membuat perekonomian di Jawa Timur turun sekitar 1,3 persen," katanya kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat. Ia menuturkan, keputusan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 yang salah satu substansinya adalah mengenai pembebanan dana untuk memulihkan infrastruktur kepada APBN jangan sampai membuat proses hukum kepada Lapindo diabaikan. Menurut Hasto, seharusnya Menteri Negara Lingkungan Hidup )Menneg LH), Rachmat Witoelar, mengajukan tuntutan kepada Lapindo sesuai proses hukum yang berlaku. "DPR telah berulang kali mengingatkan akan hal tersebut tetapi sampai saat ini masih belum juga dilakukan," ujar dia. Ia mengemukakan bahwa yang terjadi kini dengan ditanggulanginya sebagian beban Lapindo oleh pemerintah mengindikasikan adanya "tebang pilih" yang membuat pihak yang seharusnya bertanggung jawab secara penuh dapat melarikan dari tanggung jawab itu. Hasto juga mengatakan, akan lebih baik bila Perpres No 14/2007 direvisi sehingga dana yang dibebankan kepada APBN tidak diserahkan secara cuma-cuma tetapi harus dikembalikan dengan utuh oleh Lapindo. "Pada prinsipnya, kami setuju untuk mengalokasikan dana bagi rakyat yang menjadi korban lumpur Lapindo. Tetapi jangan lupa juga untuk melakukan proses hukum kepada pihak yang bertanggung jawab," katanya. Hasto mengingatkan, penanganan masalah lumpur Lapindo janganlah diulur-ulur waktunya karena selain membebani perekonomian nasional, juga dapat berpotensi membuat DPR dalam posisi terjepit sehingga terpaksa untuk menyetujui semua usulan yang diajukan pemerintah. Kajian dampak kerusakan dan kerugian akibat lumpur Lapindo di Sidoarjo yang dilakukan Bappenas dengan melibatkan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur, memperkirakan kerugian total mencapai Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir, yang terdiri atas kerugian langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak langsung Rp16,4 triliun. Laporan awal penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Sidoarjo yang diperoleh ANTARA News, Rabu (10/4), menyebutkan bahwa angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7 triliun, sedangkan akibat potensi kenaikan kerugian dampak tidak langsung menjadi Rp33,7 triliun. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007