Saat menyampaikan sambutan di Jakarta, Senin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa Indonesia belum memiliki sistem penegakan hukum yang kuat di bidang maritim, ditandai dengan jumlah kecelakaan kapal yang terus meningkat karena kurangnya disiplin dalam penegakan hukum.
Budi mengatakan bahwa 88 persen kecelakaan kapal terjadi karena kesalahan manusia.
"Kita harus memberikan tekanan-tekanan, apa yang diperbuat oleh oknum-oknum itu harus kita berikan cara baru, mau tidak mau harus menyentuh sumber daya manusianya," katanya.
Menurut Budi, pengadilan maritim merupakan standar umum di negara maju seperti Jerman dan Denmark.
"Negara-negara dengan luas mungkin hanya satu per 10 dari luas negara kita tetapi jadi pemain dunia, kita dipermainkan dunia," katanya.
"Pengadilan maritim di Indonesia cukup relevan untuk dibentuk dengan kecenderungan bahwa di era yang sudah modern, kita harus meningkatkan fungsi kompetensi agar mampu bersaing di dunia internasional," katanya.
Dia menuturkan Pengadilan Maritim tersebut nantinya diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan seperti kasus kecelakaan kapal, dan pencemaran lingkungan.
Ia menambahkan bahwa penegakan hukum administrasi juga harus lebih tegas mengingat saat ini sudah tercatat 156 kecelakaan kapal.
"Karena itu, teman-teman di Mahkamah harus lebih lugas melihat kegiatan hukum, karena kita punya tugas-tugas-tugas baru yang memiliki peran yang sangat besar untuk menciptakan legitimasi baru bagi kemaritiman Indonesia," katanya.
Dia menjelaskan Pengadilan Maritim nantinya masih berada di ranah eksekutif karena masih di bawah Mahkamah Pelayaran dan Kementerian Perhubungan.
"Mahkamah Pelayaran boleh bertransformasi sebagai pengadilan maritim karena telah diakui secara histologis mahkamah itu bukan pada ranah yuridis. Ini memang ada mahkamah yang ranahnya eksekutif. Jadi kita mau menegakkan hukum, tapi bukan pada ranah yudikatif," katanya.
Budi menambahkan Pengadilan Maritim dapat menjadi harapan baru dalam menyelesaikan pelanggaran hukum.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016