Dalam aksi unjuk rasa tersebut, para guru honorer mencurahkan isi hatinya (curhat) tentang kondisi mereka saat ini.
"Ibu-ibu, bapak-bapak.. murid kita handphone-nya sudah android yang canggih tapi gurunya tidak mampu buat beli HP canggih!" ujar salah seorang guru saat berorasi di depan kantor Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut.
Ketua Forum Aski Guru Indonesia (FAGI) Kota Bandung Iwan Hermawan, mengatakan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini nasib kesejahteraan guru honorer di Indonesia belum sebaik guru pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut dia masih banyak guru yang berpenghasilan di bawah upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK).
"Padahal mereka itu diharuskan memiliki kualifikasi S1 dan kewajibannya sama dengan guru PNS. Tenaga administrasi sekolah juga nasibnya sama mengkhawatirkan dengan guru honorer," kata Iwan disela-sela aksi unjuk rasa.
Ia menjelaskan sampai saat ini guru dan tenaga administrasi sekolah honorer belum diakomodir dalam keputusan gubernur atau bupati/wali kota untuk mendapatkan upah yang layak.
Padahal, kata dia, dalam amanat UU Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen pada pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas profesional, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, dalam rangka memperingati hari guru nasional FAGI Kota Bandung menyampaikan sejumlah tuntutan seperti tentang pengangkatan guru dan tenaga administrasi honorer menjadi PNS, khususnya untuk guru honorer kategori dua.
"Tuntutan kedua ialah jika tak bisa diangkat menjadi PNS karena ada keterbatasan kuota, maka guru honorer harus diikutsertakan pada sertifikasi guru. Khususnya, guru honorer di sekolah negeri," kata dia.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016