Sumenep (ANTARA News) - Menggeliat untuk membangun diri dengan terus berkarya. Sebagai kabupaten yang dinobatkan sebagai kota keris, Sumenep terus membenahi diri dengan meningkatkan jumlah pengrajin keris.
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Sumenep, Jawa Timur, menyatakan jumlah pengrajin keris setempat terus bertambah setelah kabupaten tersebut dicanangkan sebagai kota keris.
"Sesuai hasil pendataan terakhir yang dilakukan staf kami, saat ini jumlah pengrajin keris di Sumenep sekitar 700 orang," ujar Kepala Disbudparpora Sumenep, Sufiyanto di Sumenep, Jumat.
Jumlah tersebut bertambah jika dibanding data pada 2013 ketika pemerintah daerah setempat mencanangkan Sumenep sebagai kota keris.
Saat itu, jumlah pengrajin keris di Sumenep terdata sebanyak 554 orang dan dinyatakan terbanyak se-Asia Tenggara.
"Selain warisan budaya, saat ini keris juga telah menjadi produk kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi. Di Sumenep, sentra pengrajin keris tersebar di beberapa desa di tiga kecamatan, yakni Saronggi, Bluto, dan Lenteng," kata Sofi, sapaan Sufiyanto, menerangkan.
Ia menjelaskan, keris dan pengrajinnya itu merupakan salah satu khasanah budaya yang dimiliki Sumenep dan pemerintah daerah tentunya wajib menjaganya dan melestarikannya sebagai warisan budaya.
Salah satu caranya, pemerintah daerah secara rutin menggelar pameran keris, biasanya dalam rangka merayakan hari jadi Sumenep, dengan menghadirkan para pengrajinnya.
Disbudparpora Sumenep juga mendorong para pengrajin keris di Sumenep ikut atau berpartisipasi dalam pameran pusaka yang dilaksanakan di luar daerah.
"Selain itu, kami bersama pimpinan satuan kerja perangkat daerah lainnya di Pemkab Sumenep ikut membantu dan mempermudah para pengrajin keris untuk mencari akses pemasaran produknya," ujarnya.
Sofi juga mengemukakan, sejak beberapa tahun lalu, pihaknya pun mengenalkan sentra pengrajin keris itu sebagai objek destinasi wisata kepada para pelancong yang berkunjung ke Sumenep.
Pewarta: Abd Aziz/Slamet Hidayat
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016