Mereka membawa masuk para wanita ke kamar-kamar dan kemudian menguncinya dari dalam. Sekitar 50 wanita dan gadis dari desa kami disiksa dan diperkosa
Jakarta (ANTARA News) - Kepala badan urusan pengungsi PBB (UNHCR) John McKissick mengatakan militer Myanmar telah menindas komunitas muslim Rohingnya yang dikategorikan PBB sebagai pembersihan etnis.
Di kamp pengungsian Cox, Bangladesh, yang berbatasan dengan Myanmar, McKissick berkata bahwa tentara Myanmar "membunuhi para lelaki, menembaki mereka, membantai anak-anak, memperkosa para wanita, membakar dan menjarah rumah-rumah, memaksa orang-orang ini (Rohingya) menyeberangi sungai untuk masuk ke Bangladesh."
Militer Myanmar melancarkan operasi keamanan setelah apa yang disebutnya serangan militan islamis terhadap dua pos pemeriksaan perbatasan bulan lalu yang menewaskan sembilan tentara. Sejak itu ribuan minoritas Rohingya yang tidak akui kewarganegaraannya menyeberangi perbatasan Bangladesh.
Para pengungsi yang selamat membeberkan perlakuan mengerikan militer terhadap mereka yang disebut McKissick sebagai "penghukuman kolektif terhadap minoritas Rohingya."
Kesimpulan McKissick selaras dengan hasil wawancara kantor berita AFP dengan para pengungsi Rohingya yang disebut AFP sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Mereka tembak istriku yang lagi hamil
Seorang petani bernama Deen Mohammad yang masuk Bangladesh empat hari lalu bersama istri, dua anak, dan tiga kerabatnya yang lain, melukiskan pengalaman buruknya berikut ini.
"Mereka (militer Myanmar) membawa dua anak saya, masing-masing berumur sembilan dan 12 tahun ketika mereka memasuki desa saya. Saya tak tahu apa yang telah terjadi pada anak-anak saya itu," kata Mohammad kepada AFP.
Dia melanjutkan, "Mereka membawa masuk para wanita ke kamar-kamar dan kemudian menguncinya dari dalam. Sekitar 50 wanita dan gadis dari desa kami disiksa dan diperkosa."
Mohammad Ayaz, imam di sebuah desa, menceritakan bagaimana tentara Myanmar membunuh istrinya yang tengah hamil, meratakan 300-an rumah di desanya, memperkosa beramai-ramai para wanita di desa itu, dan membunuh paling sedikit 300 orang.
"Mereka menembak mati istri saya, Jannatun Naim. Dia masih berusia 25 tahun dan sedang hamil tujuh bulan. Saya mengungsi ke sebuah kanal bersama putera saya yang masih berusia dua tahun yang bokongnya tertembus peluru," kata Ayaz.
Senin pekan ini, Human Rights Watch mengungkapkan citra satelit memperlihatkan bahwa sekitar 1.250 bangunan dihancurkan oleh militer Myanmar di desa-desa dekat perbatasan Bangladesh, demikian AFP.
Kesaksian lainnya mengenai penderitaan muslim Rohignya terekam dalam laporan stasiun penyiaran Jerman, Deutsche Welle atau DW, di bawah ini.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016