Nunukan, Kaltara (ANTARA News) - Tim Pengawas Pembangunan Perbatasan DPR RI bertemu dan berdialog dengan masyarakat Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, termasuk di dalamnya 21 kepala desa di daerah yang berbatasan dengan Malaysia.
Pertemuan dan dialog diselenggarakan di Balai Adat Dayak di Kecamatan Lumbis, Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis malam. Dialog diawali dengan pemaparan hasil peninjauan selama ini dan sikap DPR terkait pembangunan perbatasan oleh Ketua Tim Pengawas Perbatasan DPR RI Fahri Hamzah.
Anggota timwas yang hadir mendampingi Fahri, yakni Arteria Dahlan (PDIP), Agung Widyantoro (Golkar), Hetifah Syaifudian (Golkar), dan Alvin Hakim Toha (PKB).
Berdasarkan diskusi dan dialog dengan kalangan masyarakat, pejabat pemerintah dan pemantauan lapangan, Fahri mengemukakan bahwa negara tetangga lebih agresif mengisi relung kehidupan masyarakat perbatasan kedua negara.
Hal itu dilakukan melalui berbagai strategi, antara lain bahasa, telekomunikasi, radio, lapangan kerja dan usaha.
"Ini statusnya sudah berbahaya. Sudah harus waspada," katanya.
Sementara Hetifah menyoroti mengenai efektivitas beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa dari daerah perbatasan. "Kita ada beasiswa untuk anak-anak perbatasan sebagai wujud program afirmasi," katanya.
Sedangkan Agung menyatakan jika keinginan pembentukan Kabupaten Bumi Dayak (Kabudaya) Perbatasan sebagai solusi seperti diinginkan masyarakat, maka kalau sudah terbentuk jangan mengandalkan pembiayaan dari pemerintah pusat.
"Jangan berburu dana dari pusat. Jika itu yang jadi tujuan lebih baik diurungkan," katanya.
Banyak kabupaten baru dibentuk untuk "berburu" APBN. "Sayang sekali. Mestinya mampu menggali potensi wilayah," katanya.
Sedangkan Arteria mengatakan ironis apabila seluruh desa diberi dana tetapi untuk wilayah perbatasn tidak ada alokasi anggaran untuk pembentukan daerah otonom baru (DOB).
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016