Madiun (ANTARA News) - Penelusuran KPK atas korupsi gratifikasi yang dilakukan oleh Wali Kota Madiun Bambang Irianto (BI) tidak hanya fokus pada proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM), namun juga menelusuri pemberian honorarium kepada BI atas kegiatan di semua SKPD.
Untuk menelusuri itu, tim penyidik KPK harus keliling ke sejumlah SKPD yang ada di lingkup Pemkot Madiun selama dua hari terakhir ini. Diduga, tim antirasuah tersebut ingin mencari tahu sumber kekayaan BI yang bukan berasal dari kegiatannya sebagai pengusaha.
Pantauan di lapangan, jika sebelumnya menggeledah rumah pribadi, rumah anaknya, rumah adiknya, dan sejumlah SKPD di Sekretariat Kota Madiun, pada Kamis ini, KPK telah mendatangi kantor Bappeda, Dinas PU, Inspektorat, dan Bakesbangpoldagri di gedung bersama yang berada di Jalan Panjaiatan Kota Madiun.
Dari hasil penggeledaan tersebut, KPK membawa sejumlah berkas yang dsimpan dalam satu koper besar dan satu kardus kecil.
Selain itu, di hari yang sama, KPK juga mendatangi Dinas Pendidikan, kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Madiun.
Di Dikbudpora, KPK juga menyita sejumlah berkas yang disimpan dalam satu koper besar, sedangkan di Dispendukcapil tidak menyita apapun.
"Tidak ada berkas yang dibawa atau disita dari Dispendukcapil. Beliau (tim KPK) datang kemari hanya ingin klarifikasi soal aliran dana Dispendukcapil ke Pak Wali Kota," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dispendukcapil Kota Madiun Nono Djatikusumo kepada wartawan.
Nono mengaku dana aliran yang dimaksud adalah honorarium yang diberikan ke BI saat yang bersangkutan menjadi narasumber sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh Dispendukcapil selama tahun anggaran 2015-2016.
Selama tahun anggaran itu ada sekitar 10 kegiatan. Semuanya merupakan kegiatan sosialisasi baik tentang E-KTP, KK, akta kelahiran, akta kematian, hingga kartu identitas anak (KIA).
Dalam setiap kegiatan tersebut, ia menganggarkan honorarium untuk BI hingga Rp1,7 juta untuk setiap kali membuka kegiatan.
"Jumlah honorarium yang diberikan berbeda-beda tiap dinas. Untuk Dispendukcapil paling tinggi sekitar Rp1,7 juta. Pokoknya semua sudah saya laporkan sesuai permintaan tim penyidik," katanya.
Nono menambahkan tidak hanya dirinya yang dimintai keterangan, namun juga para petugas bendaharanya di masing-masing bidang. Yakni Murni, Pariyem, dan Abat.
Rombongan KPK yang berjumlah enam orang tersebut tiba di Dispendukcapil sekitar pukul 13.00 WIB dan selesai melakukan pemeriksaan sekitar pukul 14.30 WIB.
Rombongan KPK datang dengan dikawal empat anggota Polres Madiun Kota yang dilengkapi dengan senjata api laras panjang.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Wali Kota Madiun Bambang Irianto sebagai tersangka pada kasus proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar.
KPK juga telah menahan yang bersangkutan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama terhitung mulai Rabu (23/11).
Bambang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
BI diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Menurut pikiran orang yang memberikan ada hubungan dengan jabatannya terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012.
Atas perbuatannya, BI disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016