Surabaya (ANTARA News) - Potensi pendanaan bagi pemerintah daerah (pemda) dari obligasi sangat besar, namun pemda harus berbenah terlebih dahulu dan berkomitmen untuk menerapkan pengelolaan keuangan yang transparan.
Transparansi adalah konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah daerah jika ingin menerbitkan obligasi, karena masyarakat sebagai investor tentu ingin tahu pengelolaan keuangan dan juga pendapatan dari penerbit obligasi.
Demikian disampaikan Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam Seminar "Pembiayaan Ekonomi Daerah melalui Penerbitan Surat Berharga" di Surabaya, Kamis.
Menurut Mirza, ketika pasar keuangan domestik sedang bergairah seperti saat ini, penerbitan obligasi merupakan sumber potensial untuk menyerap dana dari pasar.
Terlebih lagi, beban biaya dana dari obligasi juga lebih rendah dibanding bunga kredit perbankan, karena transmisi yang lebih cepat ke pasar obligasi dari penurunan suku bunga acuan BI atau "7-Day Reverse Repo Rate".
Hingga November 2016, suku bunga acuan BI sudah turun 150 basis poin secara akumulasi.
"Jadi saat pasar sedang booming, tidak bearish seperti saat ini, sangat potensial biaya dananya turun. Tapi tetap ada konsekuensinya, pemda harus transparan sebelum menerbitkan obligasi," ujar dia.
Mirza menuturkan penerbitan obligasi oleh pemerintah daerah juga akan membuat pasar keuangan domestik semakin dalam dan beragam.
Sepanjang 2016, kapitalisasi di pasar obligasi semakin besar, terutama dari maraknya penerbitan obligasi oleh pemerintah dan korporasi swasta, termasuk korporasi Badan Usaha Milik Negara.
Jika digabungkan dengan penarikan utang, kata Mirza, total pendanaan yang diserap pemerintah sebesar Rp1.600 triliun atau 28 persen dari Produk Domestik Bruto.
Sementara obligasi dari swasta, termasuk BUMN sebesar Rp200-Rp300 triliun.
"Hanya pemerintah daerah yang belum menerbitkan obligasi," kata dia.
Namun BI menyatakan masih banyak "pekerjaan rumah" yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merealisasikan penerbitan obligasi daerah.
Wacana penerbitan obligasi dari pemerintah daerah sudah mengemuka sejak 2003. Namun setelah 13 tahun berlalu, rencana tersebut tidak kunjung terealisasi.
Pemerintah daerah yang berniat menerbitkan obligasi daerah adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Ahli Ekonomi dari Universitas Brawijaya, Candra Faji Ananda, masalah krusial yang menghambat penerbitan obligasi daerah ini salah satunya dari kapasitas pemerintah daerah dan kemauan politik (political will) antara pemda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Masalah pertama, dari kapasitas fiskal pemerintah. Kedua dari sisi transparansi pemerintah daerah agar dapat memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar.
"Ada yang kurang cocok, misalnya agak sulit laporan keuangan pemda harus ada setiap bulan dan juga transparansinya," kata Candra dalam seminar tersebut.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016