Kalau kita `full investigation` angkanya Rp5,5 triliun, itu berasal dari prediksi pajak Rp1 triliun dan denda Rp4 triliun, karena denda 400 persen. Tapi kalau `tax settlement` kita lupakan jumlah dari sanksi."
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan negosiasi dengan Google untuk menarik pajak dari perusahaan teknologi informasi asal AS tersebut, diperkirakan selesai sebelum akhir tahun 2016.
"Secepatnya sebelum akhir tahun ini, kita tidak mau negosiasi lama-lama. Diusahakan nanti juga masuk (untuk penerimaan) dalam tahun pajak ini," kata Haniv di Jakarta, Rabu.
Haniv mengatakan proses negosiasi berjalan dengan positif karena DJP menawarkan adanya "tax settlement" atau merupakan angka kesepakatan pajak yang harus dibayar Google, bukan nilai dari keseluruhan pajak tertunggak.
"Perkembangannya positif, namun belum mencapai kesepakatan yang diinginkan. Tapi ada tax settlement, yang berbeda dengan pemeriksaan biasa. Jadi total pajak tidak dihitung secara rinci, tapi hanya jumlah pembayaran pajak," ujarnya.
Namun, bila tawaran "tax settlement" tidak direspon Google dalam negosiasi tersebut, maka DJP akan melakukan proses pemeriksaan penuh terhadap laporan keuangan dengan risiko pajak beserta denda yang dibayarkan akan lebih banyak.
"Kalau kita full investigation angkanya Rp5,5 triliun, itu berasal dari prediksi pajak Rp1 triliun dan denda Rp4 triliun, karena denda 400 persen. Tapi kalau tax settlement kita lupakan jumlah dari sanksi," kata Haniv.
Menurut Haniv, saat ini proses pemeriksaan terhadap Google sedang berhenti karena proses negosiasi masih berjalan dan perusahaan teknologi informasi asal AS tersebut juga memperlihatkan adanya perubahan sikap yang melunak.
"Pihak Google berubah sikapnya, jadi kita menerima ini dengan baik karena kita saling membutuhkan. Negara membutuhkan Google dan Google membutuhkan pasar kita, karena pengguna internet kita tinggi hingga 120 juta. Ini pasar luar biasa bagi Google," katanya.
Menurut catatan DJP, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura.
Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia dikenakan pajak penghasilan.
Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, padahal pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah terutama dari iklan.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016