Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dinilai masih kekurangan sebanyak hampir 30 ribu tenaga informasi geospasial, sebab saat ini tenaga Informasi Geospasial (IG) yang tersedia hanya 11.084 orang.
"Diprediksi jumlah kebutuhan tenaga IG tahun 2024 mencapai 40.743 orang," kata Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Industri Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial (BIG), Sumaryono dalam sosialisasi Standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Informasi Geospasial di Ruang Auditorium Merapi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan, Indonesia tidak hanya kekurangan jumlah tenaga di bidang IG, namun juga sisi kualitas dan distribusinya pun masih minim. Sebab saat ini, tenaga IG yang dibutuhkan mencapai 33.414 namun yang tersedia hanya 11.084 orang, sehingga ada kekurangan tenaga IG sebanyak 22.330 orang.
Ia menjelaskan, beberapa bidang keahlian yang dibutuhkan dalam IG meliputi penginderaan jauh, fotogrametri, sistem informasi geografi, survei kewilayahan dan kartografi.
"Dari sisi kualitas dan kompetensi tenaga suveyor IG yang ada saat ini, di tingkat ASEAN saja jumlah surveyor Indonesia mencapai 5.500 orang atau berada di peringkat kedua setelah Filipina yang jumlah suveyornya mencapai 9.325. Meski begitu, jumlah surveyor di Indonesia tersebut belum ada yang terlisensi," terang Sumaryono.
Ia merinci, bahwa sebanyak 4.397 surveyor di Filipina sudah terlisensi. Sementara Malaysia dan Singapura yang masing-masing memiliki 662 dan 100 suveyor, masing-masing 531 surveyor Malaysia dan 66 surveyor Singapura sudah memiliki lisensi.
Perguruan tinggi dan BIG, katanya, perlu melakukan upaya untuk mendorong pengembangan SDM bidang Informasi Geospasial berbasis kompetensi. Apalagi, pengembangan SDM berbasis kompetensi sudah menjadi tren nasional dan dunia.
"Perlu harmonisasi antara kebutuhan kompetensi SDM dengan kurikulum pendidikan formal, diklat dan kursus," papar dia.
Sementara itu, Dosen Fakultas Geografi UGM, Projo Danoedoro menilai, dari sisi perspektif geografi memang masih ada gap antara penguasaan keterampilan teknis dengan penguasaan konseptual teoretis terkait aplikasi yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang IG.
Projo mengatakan, pengembangan kurikulum harus sepenuhnya mengakomodasi SKKNI dan memuat konten lebih penguasaan kompetensi.
"Sebaliknya, yang dimasukkan dalam SKKNI lebih bersifat teknis terukur bukan penguasaan pengetahuan," papar dia.
Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016