Media massa perlu bersinergi untuk menyebarkan pemahaman Pancasila pada masyarakatJakarta (ANTARA News) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letnan Jendral TNI (Pur) Agus Widjojo berpendapat munculnya ideologi radikal dan isu suku, agama, ras, antar golongan (SARA) belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
"Media massa perlu bersinergi untuk menyebarkan pemahaman Pancasila pada masyarakat," kata Agus pada acara Silaturahmi dan Refleksi Ketahanan Nasional 2016 dengan pimpinan media massa, di Gedung Lemhannas, Jakarta, Rabu.
Menurut Agus, maraknya ideologi radikal dapat memicu keretakan negara. Oleh karena itu dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan media massa.
"Minta pertemuan secara berkala, sehingga mampu melahirkan pandangan dan menyamakan persepsi untuk bersinergi berbangsa negara. Indikasi ideologi SARA di masyarakat dewasa ini memunculkan kekhawatiran," tuturnya.
Ketahanan nasional, kata dia, hanya dapat dicapai melalui sinergi. Saat ini masa transisi demokrasi, sebab masih banyak komponen bangsa yang berbeda pandangan terutama pandangan politik, menyelesaikan melalui cara non-demokrasi atau dengan cara paksaan.
Ia berharap, media massa dapat menjadi guru bangsa yang mencerahkan masyarakat mengenai pentingnya demokrasi dan ideologi Pancasila.
Agus mengatakan, kondisi ketahanan nasional Indonesia saat ini berada pada indeks kurang tangguh, sehingga peran media massa sangat diperlukan dalam mendiseminasi informasi yang konstruktif.
"Kondisi tersebut juga menunjukkan adanya isu-isu strategis yang penting mendapaikan perhatian kita bersama sebagai komponen bangsa dan kemudian bersinergi untuk menyelesaikannya," kata Agus.
Berdasarkan potret pengukuran yang dilakukan Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasiona (Labkurtannas) per Oktober 2016, menghasilkan bahwa kondisi ketahanan nasional Indonesia berada pada indeks kurang tangguh dengan skor 2,60.
Indeks ketahanan nasional sampai dengan bulan Oktober 2016 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan indeks ketahanan nasional tahun 2015. Pada 2015, indeks ketahanan nasional sebesar 2,55 dan naik menjadi 2,60 hingga bulan oktober 2016.
Ketua Laboratorium Pengukuran ketahanan Nasional (Labkurtannas) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Prof Dr Miyasto, menjelaskan, walaupun secara agregat indeks ketahanan nasional meningkat, namun masih berada pada posisi kurang tangguh.
"Indeks ketahanan nasional memang mengalami peningkatan, namun masih berada dalam posisi kurang tangguh," katanya.
Ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenapa indeks ketahanan nasional dikatakan kurang tangguh. Diantaranya apabila keuletan dan ketangguhan bangsa dalam posisi lemah. Namun, dalam jangka pendek negara masih dapat bertahan dari berbagai Tantangan, Ancaman, Hambatan, dan Gangguan (TAHG).
"Kemudian apabila tidak segera ada perbaikan yang signifikan, maka dalam jangka panjang stabilitas nasional akan goyah, kondisi ini yang disebut dalam kondisi warning," ujarnya.
Dalam paparannya, indeks ketahanan nasional kurang tangguh hanya satu tingkat di atas indeks ketahanan nasional rawan.
Ketahanan nasional disebut rawan jika kondisi dinamika berada dalam kondisi yang sangat lemah. Dalam kondisi ini, ancaman sekecil apapun akan membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Namun demikian, bukan tidak mungkin indeks ketahanan nasional akan masuk dalam kondisi cukup tangguh jika keuletan dan ketangguhan bangsa berada pada kondisi cukup memadai dalam menghadapi TAHG.
"Dalam kondisi ini, beberapa kelemahan internal perlu segera diperbaiki agar TAHG tidak sampai melemahkan stabilitas nasional," katanya.
Ia menambahkan, dalam mengukur indeks ketahanan nasional, ada delapan gatra yang diukur, yakni gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam (SKA), ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya serta gatra pertahanan dan keamanan.
Pada 2016, indeks gatra ekonomi sebesar 2,68, demografi 2,96, SKA sebesar 2,56, ideologi sebesar 2,06, politik sebesar 2,43, ekonomi sebesar 2,73, sosial dan budaya sebesar 2,14 dan gatra pertahanan dan keamanan sebesar 3,08.
Sejak rentang 2010 sampai 2016, indeks ketahanan nasional yakni pada 2010 sebesar 2,43, 2011 sebesar 2,44, 2012 sebesar 2,43, 2013 sebesar 2,52, 2014 2,56, 2015 sebesar 2,55 dan 2016 sebesar 2,60.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016