Ulaanbaatar (ANTARA News) - Pemimpin spiritual Tibet yang hidup dalam pengasingan, Dalai Lama, pada Rabu mengatakan akan mengunjungi presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, suatu pertemuan yang dapat membuat geram Beijing yang memandang biksu peraih Nobel Perdamaian itu sebagai sosok separatis berbahaya.
Pada lawatannya di Ulaanbaatar, ibukota Mongolia, ketika ditanya pendapatnya tentang pemilihan presiden AS, Dalai Lama mengatakan bahwa ia selalu melihat AS sebagai "negara terdepan dalam dunia bebas".
"Saya kira ada beberapa masalah untuk pergi ke AS, tetapi saya akan pergi mengunjungi Trump," katanya kepada wartawan tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
Presiden Barack Obama bertemu dengan Dalai Lama di Gedung Putih pada Juni, meskipun ada peringatan dari China bahwa kegiatan tersebut dapat merusak hubungan diplomatik, dan menjadi pertemuan ke empat Obama dan Dalai Lama di Gedung Putih dalam delapan tahun terakhir.
"Adakalanya saya merasa, selama masa kampanye para calon lebih memiliki kebebasan berbicara, ketika terpilih, karena mengemban tanggung jawab, mereka harus menyampaikan visi singkat dan karya mereka sesuai kenyataan."
China memandang Dalai Lama sebagai pembangkang, kendati dia mengatakan tidak mencari otonomi untuk kampung halamannya, Tibet di Himalaya, yang dibebaskan secara damai oleh Partai Komunis China pada 1950.
China dibuat marah oleh keputusan Mongolia yang mengizinkan kunjungannya, meskipun Kementerian Luar Negeri Mongolia dalam pernyataannya melalui kantor berita Montsame mengatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai kaitan dengan perjalanan Dalai Lama yang diatur oleh umat Budha Mongolia.
Setelah kunjungan Dalai Lama ke Mongolia tahun 2006, China menunda sesaat penerbangan-penerbangan yang menghubungkan Beijing dan Ulaanbaatar.
Beijing kerap mengemukakan kemarahannya kepada negara-negara yang menerima kedatangan Dalai Lama yang mengunjungi India pada 1959, menyusul maraknya kegiatan anti-China yang gagal.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016