Melbourne (ANTARA News) - Profesor Neville Nicholls dari Universitas Monash, Jumat, menegaskan bahwa perubahan iklim adalah ancaman bagi kehidupan manusia di muka Bumi, karena fenomena itu bisa membunuh manusia dalam waktu cepat atau lambat. Neville, pakar bidang geologi dan ilmu lingkungan, mengatakan hal itu ketika berbicara dalam salah satu forum yang digelar Konferensi Internasional Jurnalis Sains 16-20 April di Melbourne, ibukota negara bagian Victoria. Ia menunjukkan beberapa gambar tentang kelaparan di India pada tahun 1877 yang disebabkan oleh kondisi kering dan sulitnya menanam tumbuhan pangan, ini disebabkan oleh kekeringan dan panas yang berlebih. Sementara dalam sebuah dinding katedral tua di Inggris, Neville mengatakan terdapat daftar nama tentara Inggris yang meninggal akibat perubahan iklim, selain yang meninggal akibat sakit atau tewas di medan perang. Perubahan iklim membunuh manusia, pada masa lalu, sekarang, dan akan datang, kata dia. Kematian itu bisa datang secara langsung yaitu lewat kebanjiran, kekeringan ekstrim, dan badai dahsyat, atau lewat cara yang agak lama yakni dengan wabah malaria, demam berdarah dengue, dan angin panas. Hal senada disampaikan oleh Tony McMichael, Direktur Pusat Epidemologi dan Populasi Universitas Nasional Australia yang sejak tahun 1990-an mempromosikan penelitian dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia. Menurut Tony, perubahan iklim adalah ancaman keselamatan terbesar untuk semua kota dan semua negara di dunia karena selain menimbulkan banjir, badai, dan kekeringan yang lebih parah, fenomena ini juga bisa menimbulkan ancaman buat kota-kota di pesisir laut akibat meningkatkanya air permukaan laut. Tantangan terbesar juga datang dari merosotnya lahan pertanian, sebagai contoh China pada tahun 2050 diprediksi akan kehilangan sekitar 30 persen lahan pertanian akibat perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim terus mendapat perhatian dunia, terlebih soal bagaimana cara mengurangi emisi gas rumah kaca dan upaya mencegah bencana yang lebih besar. Data Badan Kesehatan Dunia/WHO menyebutkan bahwa tiap tahun 150.000 orang tewas akibat perubahan iklim. Kematian itu ditimbulkan oleh menyebaran penyakit seperti DBD, malaria, dan diare. Juga akibat banjir, kekeringan, dan badai besar. Di Australia, penyebab utama kematian oleh perubahan iklim adalah berupa angin panas. Telah dilaporkan oleh media setempat bahwa manula dan anak-anak meninggal dunia akibat cuaca yang terlalu panas. Profesor Alistair Woodward, Kepala Jurusan Kesehatan Penduduk Universitas Auckland, menyatakan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim masih harus dikembangkan di semua negara. Ia mengambil contoh badai Katrina yang menghantam Amerika Serikat beberapa tahun lalu, yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan lagi mengungsi. Menurut dia, Amerika seharusnya belajar dari Pemerintah Kuba tentang bagaimana mengatasi badai dahsyat dan melakukan mitigasi agar tidak terlalu banyak korban jiwa yang jatuh. Pada tahun 1998, badai di Kuba menewaskan 6 orang dan angka itu terus berkurang sehingga pada tahun 2002 jumlah kematian akibat badai di negeri itu hanya satu orang. Neville menambahkan, mitigasi terhadap angin panas di negara-negara maju masih sangat lambat. Ia mencontohkan Amerika yang baru bergerak pada tahun 2003, sementara Australia baru melakukan tindakan sejak enam bulan terakhir ini.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007