Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menolak terkait hasil kajian soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya kira patut dikritisi dan untuk sementara wacana itu harus ditolak. Parpol sebagai pilar demokrasi itu iya, namun wacana itu harus dikaji mendalam dan parpol harus benar-benar harus siap," kata Lucius setelah menghadiri hasil kajian soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik itu di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Menurutnya, apabila hasil kajian tersebut disahkan, maka harus mengubah Undang-Undang Partai Politik yang mengatur tata kelola keuangan dari APBN.
"Di sana harus jelas diatur agenda apa saja yang digunakan dari APBN. Kemudian harus ada sanksi keras apabila parpol tidak bisa mempertanggungjawabkan anggaran tersebut atau terjadi korupsi," ujarnya.
Ia mengatakan apabila ada partai politik yang melakukan pelanggaran-pelanggaran itu, maka sanksinya harus tegas seperti mendiskualifikasi partai politik di pemilu selanjutnya.
"KPK juga harus bertanggung jawab atas rekomendasinya itu," ucap Lucius.
Dalam kesempatan itu, KPK menyampaikan hasil kajian soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik.
Kajian tentang keuangan itu dilakukan bersama antara KPK dengan 10 partai politik yang melibatkan beberapa kementerian dan lembaga yang relevan mulai dari Kementerian Keuangan, Bappenas, BPK, Kemendagri, KPK, dan beberapa perwakilan masyarakat.
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan mengatakan pihaknya sudah mendatangi 10 partai politik dan diusulkan untuk kegiatan partai politik sebesar 25 persen dari anggaran kemduan untuk pendidikan politik 75 persen dari anggaran.
"Kami pun sampai ke angka Rp9,3 triliun untuk 10 partai untuk pusat Rp2,6 triliun, di provinsi Rp2,5 triliun, dan di kabupaten Rp4,1 triliun. Dari Rp9,3 triliun itu, partai menanggung setengahnya, yaitu Rp4,7 triliun dan negara juga menanggung setengah Rp4.7 triliun juga. Jadi 50 persen-50 persen. Sekarang ini negara 0,1 persen, partai 99 persen.," ucap Pahala.
Namun, kata dia, pembiayaan yang dibagi antara negara dan partai politik itu tidak sekaligus, jadi berjenjang selama 10 tahun tergantung kinerja partai itu sendiri.
Pahala sendiri menambahkan implementasi pendanaan parpol yang dibagi antara negara dan parrpol tersebut akan ditampung dalam dua cara, pertama melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 di mana partai sebelumnya dibekali bantuan sebesar Rp108 persuara, diusulkan menjadi Rp10.500 persuara
"Lalu ada revisi Undang-Undang Partai Politik yang bisa diusulkan dalam Prolegnas 2017," kata Pahala.
Lucius pun mempermasalahkan apabila hasil tata kelola keuangan partai masih tertutup, tidak menutup kemungkinan dana sebesar itu akan kembali dikorupsi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016