Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku keuangan partai politik akan jadi lebih transparan terkait hasil kajian terbaru soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik oleh KPK.
"Secara khusus, terus terang kenapa kajian ini dibuat bahwa salah satunya karena banyak kasus melibatkan partai politk atau pejabat tertentu. Tetapi dalam partai politik jelas mereka tidak membenarkan perbuatan-perbuatan seperti itu," kata Syarif setelah menghadiri hasil kajian soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik itu di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Selain itu, kata dia, apa yang dilakukan perorang bukan berarti terbawa dari partai politiknya, apabila misalnya ada 1 atau 2 orang maka tanggung jawabnya individual bukan partai politik.
Ia menjelaskan kajian yang dilakukan pihaknya ini lumayan komprehensif termasuk mengatur sistem pengawasannya.
"Oleh karena itu yang hadir juga dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika APBN masuk ke keuangan partai politik pasti ada audit di sana. Jadi, partai politik harus siapkan diri untuk persiapkan tata kelola anggaran belanjanya," ujarnya.
Menurutnya seandainya ditemukan kesalahan, maka KPK akan bekerja sebagaimana biasanya.
"Oleh karena itu, untungnya banyak karena sekarang sistem keuangan partai politik belum baik maka tata kelola keuangannya jika dibantu negara akan baik. Karena ini masih dalam tahap kajian, maka masih banyak usulan yang perlu diperbaiki dan silahkan sampaikan pada KPK," ucap Syarif.
Dalam kesempatan itu, KPK menyampaikan hasil kajian soal pengelolaan dana yang melibatkan 10 partai politik.
Kajian tentang keuangan itu dilakukan bersama antara KPK dengan 10 partai politik yang melibatkan beberapa kementerian dan lembaga yang relevan mulai dari Kementerian Keuangan, Bappenas, BPK, Kemendagri, KPK, dan beberapa perwakilan masyarakat.
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menjelaskan pada tahun 1999 bantuan APBN untuk partai politik sebesar Rp105 miliar, namun berdasarkan Undang-Undang Partai Politik tahun 2002 turun menjadi Rp13 miliar.
"Sekarang APBN sudah Rp2.000 triliun, jadi kami lihat ada paradoks bertambah 10 kali lipat tetapi anggaran partai politik jadi turun," tuturnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah mendatangi 10 partai politik dan diusulkan untuk kegiatan partai politik sebesar 25 persen dari anggaran kemudian untuk pendidikan politik 75 persen dari anggaran.
"Kami pun sampai ke angka Rp9,3 triliun untuk 10 partai untuk pusat Rp2,6 triliun, provinsi Rp2,5 triliun, dan kabupaten Rp4,1 triliun. Dari Rp9,3 triliun itu, partai menanggung setengahnya, yaitu Rp4,7 triliun dan negara juga menanggung setengah Rp4.7 triliun juga. Jadi 50 persen-50 persen. Sekarang ini negara 0,1 persen, partai 99 persen.," ucap Pahala.
Namun, kata dia pembiayaan yang dibagi antara negara dan partai politik itu tidak sekaligus, jadi berjenjang selama 10 tahun tergantung kinerja partai itu sendiri.
Pahala sendiri menambahkan implementasi pendanaan parpol yang dibagi antara negara dan partai politik tersebut akan ditampung dalam dua cara, pertama melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 dimana partai sebelumnya dibekali bantuan sebesar Rp108 persuara, diusulkan menjadi Rp10.500 persuara
"Lalu ada revisi Undang-Undang Partai Politik yang bisa diusulkan dalam Prolegnas 2017," kata Pahala.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016