Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Agung Laksono mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan Kejaksaan untuk lebih proaktif menyelidiki kasus pencairan dana Tommy Soeharto di BNP Paribas London, yang di dalamnya disebut-sebut melibatkan nama Menteri Hukum dan HAM (Menhukham) Hamid Awaludin dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra. "Aparat penegak hukum harus proaktif menyelidiki kasus itu dan mengamati perkembangannya," kata Agung kepada pers di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Kamis. Menurut Agung, Hamid diduga telah mempergunakan surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menjamin pencairan dana tersebut. "Penyelidikan itu harus dilakukan tanpa tebang pilih," katanya. Agung menyatakan pemerintah jangan menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. "Ada aliran dana yang tidak wajar dan jangan sampai karena dilakukan pemerintah lalu ditutup-tutupi," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu. Ketua KPK Taufikurrahman Ruki usai bertemu Agung Laksono mengemukakan, KPK masih mencari informasi dan data tambahan guna menindaklanjuti kasus Hamid tersebut. "Sementara ini belum ada data baru," katanya. Menanggapi desakan Agung agar KPK lebih proaktif menindaklanjuti kasus ini, Ruki mengatakan pihaknya masih mengumpulkan alat bukti. "Kami akan melangkah kalau sudah yakin alat bukti karena kami tidak boleh menghentikan penyidikan. Kasus ini masih dalam penyidikan sehingga kami belum bisa mengemukakan siapa tersangkanya," katanya. Mengenai pembukaan rekening yang dilakukan menteri terkait dana milik Tommy Soeharto di BNP Paribas London (Inggris), Ruki mengemukakan masih ada perdebatan publik apakah dengan membuka rekening itu maka secara otomatis uang itu menjadi milik negara. "Prof Arifin mengatakan bahwa kalau uang itu masuk rekening pemerintah, maka otomatis menjadi uang negara. Saya tanya kepada pihak punya otoritas mengelola keuangan negara di Departemen Keuangan mengatakan tidak otomatis," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007