Seoul (ANTARA News) - Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-hye menghadapi sangkaan berperan dalam korupsi dan persekongkolan penyalahgunaan pengaruh yang melibatkan teman dekan dan pembantu pentingnya menurut jaksa pada Minggu, setelah sepekan menyelidiki intensif skandal yang menggoyang negara itu.
Park diduga "berkolusi" dengan teman lamanya Choi Soon-sil, orang yang disangka mencampuri beragam urusan negara dan bersama dua bekas pembantu presiden merundung konglomerat lokal, menurut tim jaksa yang menyelidiki skandal itu dalam hasil penyelidikan sementaranya.
Namun kejaksaan menyatakan tidak bisa mendakwa Park, mengutip Konstitusi, yang menetapkan bahwa presiden negara itu kebal dari penuntutan kecuali dalam kasus pemberontakan atau pengkhianatan.
"Berdasarkan pertimbangan itu, tim penyelidikan khusus melanjutkan menginvestigasi presiden," kata Lee Young-ryeol, kepala Kantor Kejaksaan Distrik Sentral Seoul yang memimpin tim itu.
Choi Soon-sil (60), teman lama Park, sebelumnya sudah didakwa dengan beberapa tuduhan, termasuk menyelewengkan wewenang, pemaksaan, upaya pemaksaan, dan upaya penggelapan menurut kejaksaan.
Dia disangka menekan 53 perusahaan untuk menyumbangkan total 77,4 miliar won (65,7 juta dolar AS) ke dua yayasan nirlaba yang diduga dia kendalikan.
Choi juga dituduh berusaha menyalurkan uang dari salah satu yayasan ke satu perusahaan yang dia kendalikan.
Raksasa ritel Korea Selatan, Lotte, produsen mobil nomor satu Hyundai Motor Group, produsen baja POSCO dan raksasa telekom KT ada di antara deretan kelompok perusahaan besar yang dipaksa memberikan bantuan kepada Choi.
An Chong-bum, bekas sekretaris senior untuk koordinasi kebijakan, menghadapi dakwaan karena dituduh berkolaborasi dengan Choi dalam proses itu, menurut kejaksaan.
Kejaksaan juga mendakwa Jeong Ho-seong, bekas sekretaris senior untuk urusan privat kepresidenan, dengan kecurigaan menyerahkan dokumen rahasia pemerintah dan presiden ke orang kepercayaan Park.
Jeong disangka mengirimkan total 180 dokumen, termasuk 47 materi rahasia, ke Choi sejak Januari 2013, ketika pemerintahan Park Geun-hye diluncurkan, sampai April tahun ini.
Dokumen-dokumen itu, yang berkisar dari catatan pidato Park untuk pertemuan dengan Kabinet dan sekretaris utama, jadwal kunjungan luar negerinya serta rencana perombakan kabinet sampai yang berhubungan dengan masalah diplomatik, diserahkan lewat surel, faks, dan kurir menurut kejaksaan.
An dan Jeong adalah pembantu utama Park yang mengundurkan diri akhir bulan lalu berkenaan dengan skandal tersebut. Keduanya, demikian juga Choi, sekarang berada dalam tahanan.
Presiden dijadikan sebagai tersangka karena dia diketahui terlibat dalam sebagian besar tuduhan kepada ketiga orang yang didakwa pada Minggu.
Kejaksaan menetapkan dalam dakwaan tertulisnya bahwa penyimpangan dilakukan "berkolusi dengan Presiden Park Geun-hye", kata Roh Seung-kwon, jaksa senior dalam tim investigasi.
Dakwaan itu disampaikan saat Park mempercepat urusan negara, sebut saja menunjuk wakil-wakil menteri, meski ada seruan kepada dia untuk mundur karena skandal itu.
Pada Kamis, pengacaranya Yoo Yeong-ha secara efektif menolak permintaan berulang dari para jaksa untuk memeriksa Park mengenai kemungkinan perannya dalam penyelewengan-penyelewengan yang dituduhkan sebelum mereka mendakwa Choi.
Yoo mengatakan dia akan mempersiapkan supaya interogasinya bisa dilakukan dalam pekan ini.
Peringkat penerimaan atas Park masih berada di posisi rendah lima persen pekan lalu menurut lembaga jajak pendapat lokal Gallup Korea di tengah serangkaian demonstrasi anti-Park di seluruh negeri.
Pada 12 November, ratusan warga turun ke jalanan dalam aksi protes terbesar sejak demokratisasi negara itu puluhan tahun lalu.
Penyelenggara menyatakan sampai satu juta orang ambil bagian dalam aksi protes itu, menuntut pengunduran diri Park, sementara polisi menyebut jumlahnya 260.000.
Unjuk rasa anti-Park yang lain digelar di pusat kota Seoul pada Sabtu dalam empat pekan berturut-turut, menurut warta kantor berita Yonhap.
Penerjemah: Maryati
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016