Lombok Tengah (ANTARA News) - Para perajin tenun songket di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat bersiap merambah bisnis fesyen setelah mendapat bimbingan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
"Pelatihan kami berikan guna menjawab perkembangan pasar serta memberi nilai tambah atas produk yang dibuat perajin," kata Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari pada acara penutupan "workshop" untuk para perajin tenun songket di Lombok Tengah, Kamis.
Kegiatan tersebut diikuti oleh 50 perajin tenun songket yang berasal dari Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Dusun Wadek, dan Desa Ternak Rarang.
Para perajin tenun songket mengikuti pembinaan dan pendampingan yang dilakukan oleh Bekraf selama tiga bulan, yakni mulai September hingga November 2016. Bimbingan tersebut dilakukan dalam rangka pembentukan Ekosistem Desa Kreatif.
Sungkari mengatakan banyak wisatawan yang belakangan ini memilih wilayah Lombok Tengah sebagai tujuan wisata sehingga pasar untuk produk-produk kreatif dari perajin lokal sangat terbuka lebar termasuk tenun songket.
"Sebagai sentra tenun songket, Lombok Tengah harus mampu menangkap peluang yang ada. Tak hanya kain tenun, para perajin harus bisa membuat baju. Jika para perajin bisa mendesain dan memproduksi baju dari kain tenun, prospek bisnis kain tenun akan semakin meningkat," ujarnya.
Selama proses pembinaan, kata Sungkari, pihaknya memberikan materi meliputi pembuatan motif baru, pewarnaan alami, hingga membuat desain baju dengan bahan kain tenun.
Selama ini, para perajin tersebut hanya bisa membuat motif-motif klasik pada kain tenunnya dan tidak ada keberanian untuk melakukan inovasi.
"Selain itu, tenun songket yang dibuat para perajin hanya berakhir sebagai lembaran kain sarung dan tidak dikembangkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah, seperti baju dan sebagainya," ucapnya.
Wahyuni, salah seorang perajin mengaku senang dengan bimbingan yang diberikan Bekraf selama tiga bulan.
Selain mendapatkan pemahaman membuat motif dan desain, pelatihan tersebut juga bisa menjadi momen menggali khasanah lokal yang selama ini terpinggirkan, yakni pewarnaan alam untuk kain tenun.
"Dulu ada pewarnaan alami, namun sekarang sudah ditinggalkan. Melalui pelatihan ini kami bisa mendapatkan pengetahuan yang sebenarnya sudah ada di sini tapi tidak pernah dipakai," tuturnya.
Direktur Fasilitasi Infrastruktur Fisik Bekraf Selliane Halia Ishak gembira dengan perkembangan yang telah dicapai oleh perajin tenun setelah mengikuti proses pembinaan karena banyak motif yang telah dibuat oleh para peserta di akhir pelatihan.
"Saya bangga dengan ibu-ibu yang telah mengikuti pelatihan di sini. Diharapkan nanti bisa mengembangkan ke fesyen, seperti membuat baju, celana, rompi, yang terbuat dari tenun songket. Nanti para perajin akan terus dibina," katanya.
Dalam kegiatan pembinaan ini, Bekraf menggandeng desainer papan atas, yaitu Denny Khosuma.
Denny Khosuma, yang juga jebolan Vecoles Des Beaux Arts, Angers Perancis mengatakan ada dua motif klasik yang selama ini sering dikerjakan oleh para perajin tenun di wilayah ini. Akan tetapi, dua motif tersebut belum pernah sekalipun dicoba untuk dipadukan.
"Dalam workshop ini akhirnya berhasil dilakukan perpaduan dua motif klasik. Yang penting, para perajin tetap tekun untuk mempraktikkan apa yang telah diajarkan selama pelatihan ini," ucapnya.
Pelatihan dan pendampingan para perajin tenun songket ini dilakukan dalam rangka pembentukan Ekosistem Desa Kreatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali potensi unggulan dari sebuah wilayah dengan berupaya untuk mengetahui empat rantai nilai ekonomi kreatif, serta empat pihak yang terlibat yakni akademisi, bisnis, komunitas dan pemerintah.
Program fasilitasi pembentukan Ekosistem Desa Kreatif memiliki tujuan besar, yaitu peningkatan produk domestik regional bruto, peningkatan jumlah tenaga kerja terampil, serta pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal.
Pewarta: Awaludin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016