Kenaikan tiga kali lipat barang bukti yang disita sejak 2014, menggambarkan Indonesia terancam oleh bahaya narkoba dan menjadi destinasi pasar yang luar biasa bagi sindikat internasionalJakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati punya cara tersendiri untuk mengingatkan sudah amat akutnya bahaya ancaman narkotika di Indonesia dengan mengatakan Indonesia saat ini menjadi salah satu pasar narkoba internasional karena membaiknya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah kelas menengah baru.
"Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan meningkatnya middle class (kelas menengah) justru memberikan prospek bagi pasar psikotropika," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers penggagalan upaya peredaran narkoba di Jakarta, Jumat.
Menurut Sri, kasus penyelundupan narkotika dan obat terlarang di Indonesia yang makin meningkat setiap tahun menjadi bukti bahwa para pelaku kejahatan ini berani mengambil risiko untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan barang terlarang itu.
Peningkatan penyelundupan itu terlihat dari hasil penindakan narkoba secara nasional yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pada periode 2014-2016.
Pada 2014, jumlah penindakan mencapai 216 kasus dengan total barang bukti 316,06 kilogram, pada 2015 ada 176 kasus dengan total barang bukti 599,75 kilogram dan hingga November 2016 ada 223 kasus dengan total barang bukti 1.072,55 kilogram.
"Kenaikan tiga kali lipat barang bukti yang disita sejak 2014, menggambarkan Indonesia terancam oleh bahaya narkoba dan menjadi destinasi pasar yang luar biasa bagi sindikat internasional," kata Sri.
Untuk itu, Sri mengaapresiasi kerja sama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang kembali menggagalkan peredaran gelap narkotika dan obat terlarang pada Selasa (15/11).
"Ini sebenarnya merupakan operasi berbahaya karena pelaku memiliki senjata api dan bisa meningkatkan risiko petugas di lapangan. Saya memberikan penghargaan kepada BNN dan Bea Cukai yang melakukan operasi sampai bisa menangkap pelakunya," kata Sri Mulyani.
Koordinasi BNN dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menggagalkan upaya mengedarkan 100,6 kilogram Sabu dan 300.250 butir Happy Five (H5) asal Taiwan Selasa (15/11) lalu.
Penggerebekan dilakukan di Kompleks Pergudangan Sentral Kosambi, Dadap, Tangerang, setelah diketahui ada impor narkotika yang disamarkan dalam furnitur (sofa) asal Taiwan ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Tim gabungan kemudian menangkap tiga tersangka, yaitu dua orang WNA Taiwan berinisial YJCH dan HCHL serta seorang WNI berinisial ZA, yang kemudian diketahui oknum prajurit TNI.
Dua diantara tiga tersangka --HCHL dan ZA-- terpaksa dilumpuhkan oleh petugas hingga tewas karena melawan dan berusaha kabur ketika akan ditangkap.
YJCH terancam pasal 114 ayat (2) dan pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
Selain barang bukti narkotika dan psikotropika yang disita BNN, turut disita satu buah senjata api, delapan butir peluru, dua buah selongsong peluru, satu buah mobil dan sembilan buah telepon genggam.
Dari hasil pemeriksaan sementara diketahui bahwa narkotika ini akan diambil langsung oleh masing-masing pembeli untuk selanjutnya diedarkan ke Jakarta, Surabaya, Tangerang dan Semarang.
Saat ini, BNN dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih menyelidiki untuk mengetahui jaringan dan jalur penyelundupan dari sindikat narkotika internasional asal Taiwan itu.
Dengan pengungkapan ini, BNN dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menyelamatkan sekitar 900.000 pemuda Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkotika.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016