Sebagai bank, kita sudah memiliki sistem, jika sewaktu-waktu ada penarikan dana tunai yang besar. Ada cadangan likuiditas baik di bank, uang tunai, maupun cadangan di Bank Indonesia
Jakarta (ANTARA News) - PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk mengharapkan informasi yang beredar tentang akan terjadinya penarikan dana tunai secara besar-besaran (rush money) pada 25 November 2016 tidak benar. BRI meminta masyarakat tidak terpengaruh oleh isu itu.
"Mudah-mudahan ajakan itu tidak benar," kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo di Jakarta, Jumat.
Haru mengatakan kondisi industri perbankan saat ini cukup baik di mana pada BRI sendiri kondisi likuiditas atau dana tersedia pun terjaga.
Dia juga memastikan sekalipun penarikan dana tunai secara masif itu terjadi, BRI telah memiliki kecukupan cadangan likuiditas sehingga dampak dari aksi itu tidak akan menganggu BRI.
"Sebagai bank, kita sudah memiliki sistem, jika sewaktu-waktu ada penarikan dana tunai yang besar. Ada cadangan likuiditas baik di bank, uang tunai, maupun cadangan di Bank Indonesia," kata dia.
Sepanjang tahun ini hingga akhir September 2016, dana masyarakat, dalam Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI sebesar Rp665,5 triliun. Sementara, kondisi likuiditas BRI terlihat dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang terjaga pada 90,7 persen.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Johnny G. Plate meminta masyarakat tidak melakukan rush money pada 25 November 2016 karena selain kepada perbankan, dampak negatif aksi itu pada akhirnya akan terasa pada sektor riil.
Johnny mengkhwatirkan rush money dapat menghambat upaya perbankan dalam mempercepat penyaluran kredit kepada masyarakat sehingga akan menghambat pertumbuhan pendapatan dan konsumsi masyarakat.
"Tidak perlu ada rush money karena akan berdampak buruk terhadap sistem keuangan dan sistem pembayaran kita, umumnya terhadap ketersediaan dana pada perekonomian. Jadi itu akan mempengaruhi ketahanan perekonomian jangka pendek," ujar dia.
Sejalan dengan maraknya seruan rush money di media sosial, masyarakat DKI Jakarta juga meminta agar demonstrasi pada 25 November 2016 berjalan tertib dan tidak perlu diikuti dengan aksi rush money.
Franky Anchos (48), warga Jakarta Pusat, khawatir jika rush money terjadi, akan berdampak buruk bagi kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.
Dia mempersilakan jika ada kelompok masyarakat yang ingin melakukan demonstrasi, namun harus tertib dan tidak menganggu masyarakat lain.
"Nanti bank kesulitan. Lagi pula, saya mempertanyakan relevansinya apa rush money dengan demonstrasi nanti," kata Franky, yang berprofesi sebagai pelaut.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016