Jakarta (ANTARA News) - Partahi Mamora Halomoan Lumbantoruan, atau yang biasa dipanggil Mora (34), sebelum meninggal sempat menanyakan isu perombakan kabinet (Reshuffle) dan lumpur Lapindo ketika kontak telepon dengan ibundanya dari Amerika Serikat. "Mora sempat tanya soal reshuffle kabinet. Ma reshuffle bagaimana, siapa saja yang di reshuffle," kata Ibu almarhum Mora, Letkol (CPM) Margaretha F Sugiarti, di rumah duka, Kompleks Mako Akabri, Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Kamis siang. Sugiarti mengatakan Mora memang sangat perhatian dengan Indonesia, bahkan Mora sempat mengatakan seharusnya orang-orang Indonesia bertobat dengan banyaknya musibah yang terjadi secara beruntun. "Seharusnya orang-orang Indonesia pada bertobat Ma," cerita Sugiarti. Selain meminta uang untuk biaya kuliah yang tinggal dua semester, Mora juga sempat mengaku sudah lama ingin makan nasi karena selama ini dia tidak mampu membelinya. "Kalau lagi telepon, banyak hal yang dibicarakan, tidak bisa dihentikan. Tapi saya memberi perhatian karena telepon internasional mahal. Saya selalu minta Mora yang menutup telepon lebih dulu," ujar dia. Mora juga sempat bercerita ia ingin meraih gelar profesor di tempat yang sama dan ingin bekerja terlebih dahulu di Amerika. "Saya ingin kerja dulu di sini Ma. Saya rugi kalau pulang ke Indonesia, soalnya di Indonesia belum tentu dapat pekerjaan yang setimpal," kata Sugiarti mengulang cerita anaknya. Sugiarti mengaku belum mengetahui kronologis kejadian meninggalnya Mora, mahasiswa program PhD di Departemen Teknik Sipil, Universitas Virginia Tech, Amerika Serikat, pada Senin (16/4). "Baru tadi pagi saya dapat sms dari staff KBRI di Amerika yang mengatakan Mora tertembak karena melindungi teman-temannya. Dia dianggap sebagai pahlawan," katanya. Dia menambahkan saat ini ada staff KBRI yang "stand by" di Kampus Virginia Tech, tempat jenazah Mora disemayamkan sementara. "Saya juga dapat sms dari staff Deplu yang menyatakan kepulangan jenazah Mora biayanya ditanggung pemerintah," ujar dia. Mora sebelumnya pernah mengajar di Universitas Mercu Buana, Jakarta Barat, dan menjadi asisten dosen di Universitas Parahyangan, Bandung. Pada pukul 15.20 WIB, sebuah karangan bunga turut berduka cita dari Ny. Ani Yudhoyono tiba di rumah duka menambah sederetan karangan bunga duka cita lainnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007