Meskipun tidak ditutup pada 15 ribu, tapi ini menunjukkan nilai rupiah tidak stabil."

Jakarta (ANTARA News) - Direktur Kajian Ekonomi Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Kusfiardi mengatakan Bank Indonesia (BI) perlu membuat terobosan regulasi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Upaya BI untuk menstabilkan rupiah tidak ada terobosan karena BI "overconfident" (terlalu percaya diri) fundamental dalam kondisi baik, kata Kusfiardi di Jakarta, Kamis.

Pengamat ekonomi itu mengatakan kejadian yang menunjukkan ketidakstabilan rupiah, yakni pada Jumat (4/11), rupiah sempat mencapai Rp15.000 per dolar AS.

"Meskipun tidak ditutup pada 15 ribu, tapi ini menunjukkan nilai rupiah tidak stabil," kata dia.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang menuntut hukuman bagi Gubernur Jakarta Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 4 November telah mempengaruhi pasar uang Indonesia, dan saat itu rupiah ditutup pada angka Rp13.800 per dolar AS.

Menurut Kusfiardi, sebenarnya volatilitas rupiah itu telah sering terjadi sejak pencalonan Joko Widodo sebagai presiden pada 2014 yang memberikan sentimen positif pada nilai rupiah.

Namun, nilainya melemah saat dilakukan pemilihan tokoh yang akan menjadi wakilnya dan menguat kembali setelah diputuskan.

Artinya nilai tukar rupiah telah dijadikan alat bargaining (tawar) politik, kata dia.

Kusfiardi berpendapat BI harus segera melakukan terobosan regulasi yang berpihak pada perekonomian nasional dan menjalankan instrumen yang tepat.

"Kita tidak bisa lagi melepas cadangan dolar karena implikasinya sangat besar," kata dia.

Kusfiardi menambahkan melepas cadangan dolar dan menjual Surat Berharga Negara (SBN) sesungguhnya membahayakan perekonomian karena saat ini neraca perdagangan dan neraca berjalan Indonesia defisit.

Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016