Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate tetap dipertahankan sebesar 4,75 persen untuk merespon ketidakpastian eksternal pasca-pemilihan presiden AS, meski ekonomi domestik masih tetap stabil.

"Kebijakan tersebut sejalan dengan kehati-hatian BI dalam merespon meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global pasca pemilihan umum di AS, di tengah stabilitas makroekonomi dalam negeri tetap terjaga," kata Agus dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Dalam kesempatan tersebut, BI juga mempertahankan suku bunga Depocit Facility tetap sebesar 4,00 persen dan Lending Facility tetap sebesar 5,5 persen.

Agus mengatakan pemulihan ekonomi global diperkirakan masih berlangsung lambat, karena meski perekonomian AS menunjukkan perbaikan yang tercermin dari PDB yang membaik dan tingkat pengangguran yang stabil, namun pertumbuhan Uni Eropa masih terbatas dan dibayangi risiko politik.

"BI akan terus mencermati perkembangan dalam masa transisi pemerintahan AS serta kebijakan yang akan ditempuh di AS, terutama terkait dengan kebijakan fiskal, suku bunga dan perdagangan internasional," katanya.

Agus menambahkan di pasar komoditas harga minyak dunia masih berada dalam level rendah, sejalan dengan masih tingginya produksi minyak OPEC. Sedangkan, harga komoditas ekspor Indonesia terus mengalami perbaikan, seperti minyak kelapa sawit, batubara dan beberapa barang tambang lainnya.

Sementara itu, kondisi perekonomian nasional saat ini telah memperlihatkan kinerja positif yang tercermin dalam pencapaian angka pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi yang rendah serta defisit transaksi berjalan yang terkendali.

Agus mengatakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2016 tercatat mencapai 5,02 persen yang didukung oleh konsumsi rumah tangga yang kuat serta pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Namun konsumsi pemerintah tumbuh negatif karena adanya kebijakan konsolidasi fiskal.

"Di triwulan empat, perekonomian diperkirakan tumbuh terbatas sejalan dengan fiskal yang masih konsolidatif, sehingga secara keseluruhan tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sekitar 5,0 persen," kata Agus.

Agus menjelaskan tingkat inflasi nasional juga tetap terkendali dan pada akhir tahun diperkirakan mencapai 3,0 persen-3,2 persen atau berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi 2016 yaitu empat persen plus minus satu persen.

"Koordinasi kebijakan pemerintah dan BI dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok dan menjaga ekspektasi inflasi," ungkap Agus.

Selain itu, Agus menambahkan, defisit transaksi berjalan telah menurun dari 5 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari PDB pada triwulan II-2016 menjadi 4,5 miliar dolar AS atau 1,8 persen dari PDB pada triwulan III-2016.

"Penurunan tersebut ditopang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan meningkatnya harga ekspor komoditas primer dan menurunnya impor nonmigas, serta menyempitnya defisit neraca perdagangan migas seiring dengan meningkatnya ekspor gas," katanya.

Dalam menghadapi kondisi perekonomian terkini, BI memastikan akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai fundamental dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan memandang pelonggaran kebijakan moneter serta makroprudensial dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

"BI menyakini transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial akan terus berlanjut dan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit dan pembiayaan ekonomi lainnya guna menopang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi kedepan," kata Agus.

Secara keseluruhan, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama pemerintah untuk menjaga kecukupan likuiditas, memperkuat stimulus pertumbuhan dan memastikan pelaksanaan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016