"Belum. Saya imbau tidak perlu lagi demo. Tidak usah unjuk rasa. Lebih baik fokus saja pada pengawasan dan pengawalan penyelidikan (kasus Ahok) ini," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Pihaknya mengkhawatirkan ada penyusupan agenda-agenda lain yang tentunya justru membuat aktivitas masyarakat dan keamanan terganggu.
"Dalam penegakan hukum (kasus Ahok), ada waktu yag dibutuhkan agar berkas perkara bisa sempurna dan menjadi dokumen yang layak diajukan dalam persidangan. Maka itu lah mari kita kawal," tuturnya.
Selain itu, kata Boy, saat ini adalah sedang dilakukan tahapan penyelenggaraan pilkada serentak.
"Ini adalah momen. Pesta demokrasi yang harus dijamin keamanan dan keberlangsungannya. Masyarakat dan bangsa Indonesia yang akan memilih calon pemimpinnya mulai gubernur, bupati, dan lain-lain," kata Boy.
Ia juga mengatakan masyarakat harus mendukung pilkada yang aman dan damai karena proses pilkada sudah memasuki masa kampanye di mana butuh suasana kondusif dan tidak dibenarkan juga melakukan penghambatan dan mengganggu terhadap proses kampanye.
"Pasangan calon juga harus diberikan hak yang sama untuk melaksanakan kebebasan berkampanye. Jangan diganggu karena itu bisa menjadi pidana pemilu. Bawaslu kalau menemukan bisa dilaporkan kepada sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu)," ucap Boy.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada Jumat (4/11).
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkis selepas shalat Isya sehingga petugas melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu sebanyak 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016