Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan alasan soal pemanggilan mantan Wakil Menteri Keuangan periode 2014-2014, Anny Ratnawati sebagai saksi dari mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman dalam dalam kasus pengadaan paket penerepan e-KTP.
"8 orang dipanggil hari ini (Selasa, 15/11) untuk kasus e-KTP, termasuk Bu Anny," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa pengadaan paket e-KTP sudah mulai dibicarakan pada 2008 di mana saat itu Anny Ratnawati menjabat sebagai Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
"Nah, memang e-KTP ini pada 2008 sudah mulai dibicarakan, kebetulan saat itu beliau menjabat sebagai Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Jadi, menurut penyidik beliau mestinya banyak tahu," ucap Basaria.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo pada Selasa (1/11) memenuhi panggilan KPK untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati pada Senin (31/10) menjelaskan KPK memeriksa Agus sebagai menteri keuangan periode 2010-2013, pascamasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Ini kan diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Menkeu, akan ditanya soal anggaran kemudian mekanisme dan prosedur anggaran mengenai proyek e-KTP ini. Kemudian bagaimana pembahasan anggaran dengan Kemendagri," katanya.
KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Dalam perkara ini, Irman diduga melakukan penggelembungan harga menggunakan kewenangannya sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek e-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR Setya Novanto, serta mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik, antara lain Setyo Novanto, Anas Urbaningrum, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Sugiharto, Drajat Wisnu S.
Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.
PT Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman.
Sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP sampai Rp2 triliun akibat penggelembungan harga dari total nilai anggaran proyek sebanyak Rp6 triliun.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016