London (ANTARA News) - Kurs dolar AS melemah dari tertinggi 11-bulan terhadap sekeranjang mata uang utama pada Selasa, berhenti sejenak untuk menarik napas setelah menguat hampir tiga persen sejak Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS.
Kemenangan mengejutkan Trump telah memicu ekspektasi pertumbuhan AS lebih tinggi, tapi rencananya untuk belanja fiskal yang besar dan proteksionisme perdagangan juga dilihat sebagai kemungkinan memicu inflasi, lapor Reuters.
Dolar telah memiliki minggu terbaiknya dalam satu tahun, sementara imbal hasil obligasi AS 10-tahun telah melonjak sekitar 0,4 persentase poin ke tertinggi 10-bulan.
Setelah mencapai 100,22 pada Senin, tertinggi sejak awal Desember 2015, dan setelah menguat selama enam hari berturut-turut - perjalanan terbaik dalam enam bulan - indeks dolar, yang mengukur nilai greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, jatuh setengah persen menjadi 99,662.
Setelah mencapai terendah 11-bulan di 1,0709 dolar pada Senin, euro menguat 0,6 persen menjadi 1,0805 dolar.
"Pasar semakin sedikit berhati-hati ... Dalam semua kurs nilai tukar kita melihat beberapa tingkat penting bagi dolar AS," kata ahli strategi mata uang Commerzbank Esther Reichelt di Frankfurt.
"Mungkin ada beberapa kekhawatiran bahwa Fed akan lebih berhati-hati, karena dolar yang kuat (atau) ini mungkin saja menjadi ... sebuah jeda untuk melihat bagaimana pelaku-pelaku pasar lain bereaksi terhadap penguatan dolar. Tapi secara umum saya tidak melihat momentum ini berubah. Kita memperkirakan tiga kenaikan suku bunga hingga akhir 2017," tambahnya.
Yen juga menguat setengah persen menjadi diperdagangkan di 107,98 per dolar, setelah mencapai terendah lima bulan di 108,545 yen hari sebelumnya, tetapi analis mengatakan itu kemungkinan akan terus melemah.
"Mengingat peningkatan besar dalam imbal hasil obligasi AS, dolar sedang menguji 110 yen," kata Minori Uchida, kepala analis mata uang di Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ.
Grafik teknikal juga menunjukkan potensi dolar untuk lebih lanjut menguat terhadap yen, kata Masashi Murata, analis mata uang untuk Brown Brothers Harriman di Tokyo.
Namun, kenaikan dalam implikasi volatilitas pada pasangan mata uang seperti euro/dolar dan dolar/yen menunjukkan para pelaku pasar juga waspada terhadap kemungkinan penurunan tiba-tiba dolar, meskipun mencatat keuntungan spektakuler selama beberapa hari terakhir, kata Kazushige Kaida, kepala perdagangan valas di State Street di Tokyo.
Yuan Tiongkok jatuh ke tingkat terlemah di hampir delapan tahun, menembus 6,85 per dolar.
Crown Swedia mencapai tertinggi tiga minggu 9,7960 per euro setelah data menunjukkan harga konsumen Swedia naik 1,2 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
(Uu.A026/A011)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016