Samarinda (ANTARA News) - Terduga teroris pelaku peledakan bom di Gereja Oikumene Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, selama ini jarang berinteraksi dengan warga.
"Selama dia tinggal di kawasan ini, Juhanda jarang berinteraksi dengan warga. Bahkan, sangat tertutup sehingga saya sendiri tidak banyak tahu tentang dia (Juhanda)," kata Ketua RT 04, Kelurahan Sengkotek, Abdul malik, Senin.
Terduga pelaku pengeboman di Gereja Oikumene tinggal persis di belakang Masjid Al Mujahidin di RT 04, Kelurahan Sengkotek yang berada persis di pinggir Jalan Cipto Mangunkusumo, jalur Samarinda-Balikpapan.
Selama ini, Juhanda, lanjut Abdul Malik, dikenal sebagai "marbot" atau petugas yang membersihkan Masjid Al Mujahidin.
"Saya datang kesini pada 1998 dan masjid itu sudah ada. Dulu namanya Masjid Al Mujahidin tetapi setelah direnovasi, plangnya tidak terpasang lagi sampai sekarang dan Juhanda sebagai marbot di masjid itu," tuturnya.
"Dia sudah dua tahun tinggal disini dan menjadi petugas kebersihan di masjid itu tetapi saya tidak tahu banyak tentang dia karena orangnya sangat tertutup dan kami jarang berkomunikasi," ujar Abdul Malik.
Keberadaan terduga pelaku peledakan Gereja Oikumene itu sudah lama dipantau pihak intelijen, bahkan Abdul Malik mengaku mengetahui jika Juhanda merupakan narapidana kasus terorisme dan telah menjalani hukuman, dari orang yang diduga sebagai intel.
"Keberadaan Juhanda memang sudah lama diawasi bahkan saya tahu kalau dia pernah terlibat kasus terorisme dari intel. Saya tahu mereka itu intel dari kartu nama dan saat mereka memperkenalkan diri," kata Abdul Malik.
Selain sebagai marbot, keseharian Juhanda, kata Abdul Malik, juga dikenal sebagai penjual ikan dari hasil keramba yang ia kelola di belakang masjid.
Ia mengaku terkejut sesaat setelah terjadi ledakan di Gereja Oikumene.
Abdul Malik mengaku sempat ragu saat melihat pria terduga peledakan bom Gereja Oikumene, persis ciri-ciri Juhanda.
"Awalnya saya ragu saat melihat ia ditangkap ketika masih di atas perahu. Memang ciri-cirinya sama, berambut gondrong tetapi wajahnya terlihat putih, tidak seperti biasanya. Saya baru yakin saat seorang anak yang sering ke masjid dan memperlihatkan foto yang diunggah dari facebook dan mengatakan bahwa itu Juhanda," tuturnya.
"Kami tidak menduga dan sangat terkejut, ia melakukan perbuatan itu apalagi jarak antara tempatnya tinggal dengan Gereja Oikumene sangat dekat," ucap Abdul Malik.
Selama ini lanjut ia, tidak ada aktivitas Juhanda yang mencurigakan terkait aksinya melakukan peledakan di Gereja Oikumene.
Namun, Abdul Malik mengakui jika Juhanda kerap dikunjungi sejumlah orang dari luar wilayah itu.
"Saya tidak tahu pasti jumlahnya tetapi memang di tempatnya tinggal sering berkumpul orang tetapi bukan warga dari sini. Di tempat itu, ia hanya tinggal sendiri," jelas Abdul Malik.
Hal senada diungkapkan warga yang tinggal persis di sebelah Masjid Al Mujahidin.
"Saya tidak tahu aktivitas mereka karena mereka biasanya berkumpul di belakang atau tempat yang dihuni Juhanda. Kegiatan mereka bahkan sampai larut malam tetapi saya tidak tahu apa yang mereka lakukan dan yang jelas tidak sampai mengganggu karena tidak terdengar suara yang keras," ujar warga yang tidak ingin disebutkan namanya itu.
Warga yang berjualan kebutuhan pokok itu mengaku, tidak begitu mengenal sosok Juhanda dan hanya sesekali berbelanja di tokonya.
"Jarang ia berbelanja di toko saya dan kalau datang orangnya tidak banyak bicara. Kalau siang, aktivitasnya berjualan ikan di depan masjid dan kalau malam kerap berkumpul dengan orang-orang dari luar, entah dari mana," tuturnya.
"Memang, sebelum terjadinya ledakan itu, ia sudah lama dipantau intel dan ada beberapa yang sempat bertanya-tanya ke saya," ujarnya.
Dari informasi yang berhasil dihimpun, Juhanda yang berusia 32 tahun itu, lahir di Kota Bogor, Jawa Barat dengan alamat sesuai kartu identitas atau KTP yakni, Perumahan Citra Kasih Blok E Nomor 030 Neohon, Kelurahan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Terduga pelaku bom Gereja Oikumene itu pernah menjalani hukumn terkait terorisme selama 3 tahun 6 bulan dan dinyatakan bebas bersyarat pada 28 Juli 2014.
Ledakan bom terjadi di Gereja Oikumene di Jalan Cipto Mangunkusumo RT 03, Nomor 37, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, pada Minggu pagi sekitar pukul 10. 15 Wita, menyebabkan lima orang terluka, empat diantaranya menderita luka bakar serius dan langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah IA Moeis Samarinda Seberang.
Empat korban terluka yang dirawat di RSUD IA Moes yang merupakan balita tersebut yakni, Intan Olivia Marbon (2,5), Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), Triniti Hutahaya (3) serta Anita Kristabel Sihotang (2).
Sementara, terduga bernama Juhanda berhasil ditangkap warga saat hendak melarikan diri dengan cara berenang di Sungai Mahakam.
Dua balita yang menderita luka bakar cukup parah yakni Intan Olivia Marbun dan Triniti Hutahaya pada Minggu sore (13/11) sekitar pukul 16. 15 Wita dirujuk ke RSUD AW Syahranie.
Pada Senin pagi, Intan Olivia Marbun meninggal dunia akibat mengalami luka bakar hingga 78 persen.
Pewarta: Amirullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016