Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, menegaskan aparat Kejaksaan Agung dan Kepolisian tidak perlu menunggu pendapat dari BPK terkait dengan pemeriksaan kasus pencairan uang Tommy Soeharto senilai 10 juta dolar AS dari BNP Paribas Cabang London yang menggunakan rekening Depkum dan HAM di BNI. "Saya kira iya, karena itu masalah aturan `know your customer` (KYC) dan pencucian uang," kata Anwar di Jakarta, Kamis, saat ditanya apakah Kejaksaan Agung tidak harus menunggu pemeriksaan BPK untuk menentukan adanya kerugian negara atau tidak. Menurutnya, saat ini tidak perlu perlu lagi audit BPK mengingat seluruhnya sudah jelas dengan fakta-fakta yang sudah diketahui aparat hukum dan publik. "Masa BPK audit uang korupsinya? itu bukan wewenang kita, apalagi kalau dana tersebut dialirkan lewat bank. Pak Yunus (Ketua PPATK, Yunus Husein -red) yang bisa periksa itu," tambahnya. Dia mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum sudah mulai bertanya-tanya dengan berdasarkan prinsip KYC itu. "Kenapa banknya tidak nanya dari mana asal uang itu. Kenapa BI diam saja, padahal dia wajib menanyakan itu," katanya. Dia menegaskan, permasalahan itu sangat serius karena dapat merusak citra Indonesia yang telah berhasil keluar dari "negative list" negara-negara tidak kooperatif dalam tindak pidana pencucian uang atau non cooperative countries and territories (NCCT`s List). "Saya kira itu masalah yang sangat serius. Kalau tidak ada tindakan apa-apa, kita bisa masuk lagi dalam `negative list` dan hancurlah citra kita," kata Anwar. Oleh karena itu, menurutnya, aparat Kejaksaan Agung, Kepolisian dan BI harus segera mengambil tindakan yang sesuai, termasuk tindakan pada BNI yang membuka rekening tanpa menanyakan asal dana. Sebelumnya, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan pihaknya membutuhkan hasil pemeriksaan dari BPK untuk menentukan apakah pencairan uang Tommy Soeharto melalui rekening milik pemerintah berpotensi merugikan keuangan negara.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007