Jakarta (ANTARA News) - Tim advokasi pandangan dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia meminta aparat penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan Agung, meningkatkan status Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi tersangka dugaan penistaan agama.
"Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera meningkatkan status Ahok ini dari kasus inti menjadi kasus penyidikan, dengan ditetapkan sebagai tersangka. Kita juga meminta supaya Ahok dilakukan pengamanan," kata Koordinator Tim Advokasi MUI Ahmad Yani dalam konferensi pers di Gedung MUI Jakarta, Senin.
Ahmad mengatakan tim advokasi sudah melakukan kajian dengan mendengarkan video pernyataan Ahok saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seribu. Kajian tersebut juga diperdalam dengan melibatkan ahli hukum pidana dan ahli bahasa.
"Tentunya pernyataan Ahok dari yang diupload Pemprov DKI Jakarta maupun (versi) Buni Yani, menurut kita tidak ada perbedaan yang mendasar, baik ada kata pakai maupun tidak," kata Ahmad.
Tim advokasi MUI berpandangan bahwa petahana calon Gubernur DKI Jakarta dengan nomor urut dua tersebut sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tertuang dalam Pasal 156a KUHP UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penodaan Agama.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan segera melakukan penahanan dan melakukan pelimpahan ke Kejaksaan atau P21 untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan.
Menurut Ahmad, pengamanan Ahok dianggap perlu, baik untuk kepentingan penyidik maupun tersangka.
"Pengamanan Ahok ini supaya tidak ada street justice lagi kan dimana-mana dia ditolak. Segera dilakukan penahanan," ujar Ahmad.
Tim advokasi MUI yang saat ini berjumlah 481 anggota aktif juga siap mengawal proses hukum yang sedang berjalan dengan diperkuat tausiah kebangsaan MUI pada 9 November 2016 terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Selain itu, ratusan advokat MUI ini juga mendesak Komisi III DPR yang membidangi hukum dan hak asasi manusia untuk segera membentuk panitia kerja (panja) pengawasan kasus penistaan agama ini.
Pewarta: Mentari DG
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016