Situbondo (ANTARA News) - Di masa kemerdekaan, KHR Asad Syamsul Arifin dikenal sebagai ulama sepuh yang memiliki pengaruh luas, tidak hanya di kalangan Nahdlatul Ulama.
Pada masa Orde Baru berkuasa, tidak jarang, ia "disowani" (didatangi untuk dimintai pendapat) oleh pejabat pemerintah di tingkat pusat, termasuk tokoh militer dan menteri kala itu.
Kiprah KH Asad dalam membangun kemaslahatan umat, bangsa dan negara, tidak datang serta merta. Peran itu sudah dirintisnya jauh sebelum pria kelahiran Mekkah ini memimpin Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo, menggantikan ayahnya KHR Syamsul Arifin.
Ketika menimba ilmu di pondok pesantren asuhan Syaichona Kholil di Bangkalan, Madura, dia telah dipercaya menjadi penyambung pesan kepada Hadratus Syeh Hasyim Asyari untuk pendirian NU.
Kiai Asad diutus oleh Kiai Kholil untuk menyampaikan jawaban atas konsultasi sejumlah ulama untuk mendirikan organisasi para ulama yang kemudian dikenal sebagai Nahdlatul Ulama (NU).
Saat itu, Asad muda diutus oleh Kiai Kholil untuk membawa isyarah (pesan) berupa tongkat dan tasbih kepada Hadratus Seyeh Hasyim Asyari di Tebuireng, Jombang. Atas peran itulah kemudian Kiai Asad dikenal sebagai mediator berdirinya NU.
Di masa perang kemerdekaan melawan penjajah Jepang, Kiai Asad memimpin pasukan yang dibentuknya dengan nama "Palopor". Pasukan ini bergerak melawan penjajah Jepang di seputaran bekas Keresidenan Besuki.
Tokoh yang dikenal sebagai "Kesatria Kuda Putih" karena memiliki kuda tunggangan kesayangan berwarna putih itu, terjun langsung bersama pasukannya menyerbu jantung-jantung pertahanan musuh, antara lain saat merebut senjata milik Belanda di gudangnya di Bondowoso di tahun 1945. Kemudian di masa penjajahan, Kiai Asad juga menyerbu markas tentara Jepang di wilayah Jember.
Untuk meneladani jiwa patriotisme tokoh dari keluarga ulama asal Kembang Kuning, Desa Lancar, Kecamatan Larangan, Pamekasan, Madura, ini diadakan napak tilas nasional yang akan diikuti 10.000 peserta di perbatasan Bondowoso dengan Jember, 14 hingga 15 November 2016.
Napak tilas itu akan dilaksanakan dengan titik berangkat dari Ponpes Raudlatul Ulum, Sumber Wringin, Kecamatan Sukowono, Jember, menuju Garahan, Jember, sejauh 55 KM.
Ponpes Raudlatul Ulum sendiri merupakan tempat Kiai Asad mampir dan menginap bersama pasukan Palopor saat akan menyerbu markas tentara Jepang di daerah Silo, Garahan, pada September 1945.
Putera dari KH Ibrahim, namun lebih dikenal sebagai KH Syamsul Arifin, ini dikenal bukan hanya menimba ilmu agama di sejumlah pondok pesantren di Tanah Air, termasuk ke Mekkah.
Ia juga belajar ilmu kenuragan yang kelak menjadi bekalnya memimpin pasukan melawan penjajah, termasuk saat menggerakkan pemuda dari Madura dan wilayah Besuki untuk mendukung perjuangan Arek-arek Suroboyo pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Di masa merdeka, Kiai Asad berkhidmat membesarkan pesantren yang didirikan bersama ayahnya KH Syamsul Arifin yang berada di ujung timur Kabupaten Situbondo. Santri di pesantren itu mencapai ribuan dan alumninya juga sudah ratusan ribu.
Atas kiprahnya itu, Kiai Asad kemudian diusulkan oleh pemerintah daerah untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Presiden Joko Widodo menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada KHR Asad Syamsul Arifin dalam upacara di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional itu berdasar Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016 tanggal 3 November 2016 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Kiai Haji Raden Asad Samsul Arifin (lahir pada tahun 1897 di Mekkah dan meninggal 4 Agustus 1990 di Situbondo pada umur 93 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah di Desa Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Ia merupakan ulama sekaligus tokoh dari NU dengan jabatan terakhir sebagai Dewan Penasihat (Musytasar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam sebuah acara pada 2014 menyatakan bahwa KH Asad Syamsul Arifin pantas menerima gelar pahlawan nasional.
Sebelumnya Wagub Jatim Sefullah Yusuf juga mengatakan pemerintah sudah pantas memberi gelar pahlawan nasional kepada KH Asad. Bagi keluarga gelar itu tidak penting, bagi pondok juga tidak penting. "Tapi gelar itu penting bagi bangsa Indonesia," ujarnya.
Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah KHR Ahmad Azaim Ibrahimy pernah mengemukakan apa yang diperjuangkan oleh Kiai Asad patut menjadi teladan bagi generasi masa kini.
Hanya saja, perjuangan atau jihad umat Islam saat ini berbeda dengan zaman perjuangan Kiai Asad dulu.
"Sekarang yang dihadapi adalah penjajahan di bidang lain, yakni keterbelakangan pendidikan dan ekonomi umat. Santri sekarang harus memiliki jihad berbeda. Bukan jihad seperti yang membuat teror, tapi di bidang lain. Jihad itu bukan perang. Perang hanya bagian dari jihad itu sendiri," tutur cucu dari Kiai Asad ini.
Kiai Asad sendiri, semasa hidup, katanya, telah menekankan trilogi di lembaga pendidikan tersebut, yakni ke-NU-an, pendidikan dan ekonomi keumatan. Dengan trilogi itu santrinya diharapkan mengabdi untuk NU, untuk pendidikan dan juga ekonomi keumatan.
Keluarga besar Pondok Pesantren Sukorejo menganggap pemberian gelar pahlawan nasional kepada tokoh Nahdkatul Ulama KHR Asad Syamsul Arifin sebagai anugerah dari Allah.
"Ini anugerah dari Allah. Bagi kami, semuanya disandarkan kepada Allah," kata Sekretris Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo KH Achmad Fadhail, SH, MH.
Menurut Kiai Fadhail, penganugerahan itu juga merupakan bentuk pengakuan negara yang menempatkan para ulama sebagai garda terdepan dalam perjuangan memperebutkan kemerdekaan RI.
"Salah satunya adalah pejuangan Kiai Asad," imbuh cucu dari KHR Asad ini.
Ia menjelaskan bahwa keluarga besar Ponpes Sukorejo yang terletak di ujung timur Kabupaten Situbondo itu akan mengacarakan penyambutan datangnya surat keputusan dari Preisden itu pada Jumat (11/11) mendatang.
Direncanakan seusai shalat Jumat, Pengasuh Ponpes Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy akan datang membawa keputusan Presiden ke lingkungan ponpes.
"Nanti kemungkinan akan ada penyambutan seremonial dari pejabat Pemerintah Kabupaten Situbondo, terus kami lanjutan dengan doa bersama di asta (makam) Kiai Asad," katanya.
Oleh Masuki m Astro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016