Melbourne (ANTARA News) - Ajang berkumpulnya para jurnalis sains di Melbourne, Australia, Rabu, memperlihatkan bahwa ternyata berita tentang sains, lingkungan hidup, teknologi, dan kesehatan kerap kali terpaksa dikalahkan demi berita politik, perang, dan skandal. Gejala popularitas warta sains yang tidak stabil ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, yang kebanyakan terlalu mendahulukan berita-berita ekonomi dan politik, tapi juga terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia, demikian laporan ANTARA News yang mengikuti acara ini . Chris Mooney dari Majalah Seed, Amerika Serikat, mencontohkan berita-berita di media negeri itu soal perubahan iklim sangat fluktuatif dalam hal jumlah dan frekuensinya . Sebelum tahun 1990-an, isu perubahan iklim masih sangat jarang diulas di media massa, dan kemudian baru ada sedikit lonjakan perhatian dari para jurnalis ketika Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George W Bush menolak meratifikasi Protokol Kyoto - yang sedianya telah ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton. Isu perubahan iklim sempat mengalami kenaikan kala itu, lalu jatuh menjadi berita yang dikalahkan oleh pantauan invasi Amerika ke Irak pada tahun 2003. Setelah mengalami penurunan, volume dan frekuensi berita perubahan iklim kembali mengemuka pada saat Panel AntarPemerintah untuk Perubahan Iklim/IPCC melaporkan hasil-hasil penelitiannya. Uniknya, masih kata Chris, berita tentang perubahan iklim akhir-akhir ini kembali kurang populer dan kalah oleh gosip seputar kematian mantan model kenamaan, Anna Nicole Smith. Berbeda dengan kondisi yang dihadapi oleh para jurnalis di negara maju, pekerjaan jurnalis sains di negara-negara berkembang justru sangat terhalang ketersediaan dana dan apresiasi pembaca tentang warta-warta sains serta lingkungan hidup. Jurnalis di Afrika, misalnya, harus mengeluarkan kocek yang lebih banyak agar bisa mendapat data, informasi, dan wawancara soal lingkungan hidup karena mereka harus mendatangi kawasan di mana penduduk paling dirugikan oleh dampak perubahan iklim. Perubahan iklim, bila pada tahun 1990-an masih merupakan perdebatan di tingkat kesahihan peningkatan suhu muka Bumi, kini cakupan topik sudah sangat kompleks, yaitu tentang bagaimana penduduk dunia hidup dengan kondisi yang berubah tersebut. Laporan IPCC yang terbaru sudah memastikan bahwa perubahan iklim 90 persen disebabkan oleh tingkah laku manusia, terutama yang berkaitan dengan pembakaran bahan bakar fosil, transportasi, dan kegiatan pertambangan. Walaupun data ilmiah telah kian meyakinkan, pemberitaan tentang perubahan iklim tidak banyak terpicu, terlebih bagi negara-negara berkembang dan bila ada berita skandal atau perang - untuk negara maju.(*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007