Marrakesh, Maroko (ANTARA News) - Empat dari 10 negara yang paling parah terkena dampak cuaca ekstrem akibat perubahan iklim tahun 2015 berada di Afrika menurut sebuah laporan yang dirilis Selasa (8/11) dalam perundingan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Marrakesh.
"Afrika sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim," kata Sonke Kreft, penulis utama laporan Indeks Risiko Iklim Global 2017, yang diterbitkan setiap tahun oleh analis risiko Germanwatch.
Negara-negara miskin umumnya lebih banyak terdampak badai dahsyat, kekeringan, gelombang panas dan banjir, yang semuanya menjadi lebih intens dan sering akibat pemanasan global yang disebabkan oleh kegiatan manusia.
"Distribusi kejadian iklim tidak adil," kata Kreft, mengatakan bahwa negara-negara paling tertinggal di dunia hanya menghasilkan sebagian kecil dari gas rumah kaca yang memanaskan planet ini.
Mozambik berada di puncak daftar negara-negara yang paling parah terdampak dalam indeks risiko iklim 2015 disusul oleh Dominika, Malawi dan India. Myanmar, Ghana dan Madagaskar juga masuk jajaran 10 teratas.
Indeks tersebut mengukur tingkat paparan dan kerentanan terhadap kejadian-kejadian ekstrem.
Model iklim yang memprediksi bahwa pemanasan global meningkatkan intensitas dan frekuensi kejadian-kejadian yang melahirkan kresendo cuaca mematikan, terutama dalam satu dekade terakhir.
Lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia meninggal dunia sebagai akibat langsung dari hampir 11.000 peristiwa cuaca ekstrem mulai dari 1996 hingga 2015 menurut laporan tersebut, yang melacak risiko setiap negara selama lebih dari satu dekade.
Badai, gelombang panas, banjir dan berbagai bencana alam terkait iklim lain menyebabkan kerugian lebih dari tiga triliun dolar AS (sekitar Rp39,4 kuadriliun) selama periode tersebut.
Selama dua dekade, negara yang mengalami dampak terparah adalah Honduras, Myanmar dan Haiti. Filipina, Bangladesh, Pakistan, Vietnam dan Thailand juga termasuk negara yang paling parah terdampak menurut warta kantor berita AFP. (mr)
Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016