Bandung (ANTARA News) - Para petani pemilik kebun kelapa di Sukadana Kabupaten Ciamis Jawa Barat tidak bisa memanen komoditas andalan mereka karena diserang hama tupai yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Akibatnya penghasilan bulanan yang biasa diperolehnya praktis tidak mengalir.
"Kami enggak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan buah kelapa dari serangan hama tupai, buah yang masih muda juga sudah bolong oleh tupai," kata Dullah (75) petani di Sukadana Kabupaten Ciamis, Selasa.
Padahal uang penghasilan dari penjualan buah kelapa di kebunnya menjadi andalannya, disamping buah-buahan lainnya di kebun itu.
"Biasanya hasil penjualan kelapa itu saya gunakan untuk membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB), namun tahun ini tidak menghasilkan. Terpaksa harus mengambil dari tabungan," kata pria yang juga pensiunan pengajar di daerah itu.
Ia menunjukkan beberapa pohon kelapa miliknya yang menjulang, dari bawah terlihat hampir semua buah kelapa yang telah matang bolong dierat oleh tupai. Ia kesulitan untuk menjaga pohon kelapanya karena ketinggiannya di atas 15 meter.
"Dulu memang bisa dijerat dengan garungsang (perangkap tupai), namun sekarang tidak mempan lagi. Tupainya sangat banyak, bahkan jarang yang masuk ke perangkap itu," katanya.
Dalam beberapa tahun terkahir, sejumlah peburu tupai kerap melumpuhkan hewan pengerat itu dengan tembakan senapan angin. Jumlah buruannya cukup banyak. Namun belakangan serangan tupai kian mengganas.
"Tupai seperti mengamuk saja karena diburu terus. Saya tidak tahu sampai kapan ini bisa diatasi," kata Dullah.
Ia menyebutkan, pada tahun 1970-an hingga awal tahun 1990-an daerah Sukadana dan sekitarnya dikenal sebagai daerah penghasil minyak kelapa atau dikenal minyak keletik.
Namun saat ini sudah jarang warga yang mengolah kelapa menjadi minyak keletik karena harga jualnya lebih mahal minyak goreng curah yang banyak dijual di pasar.
Meski demikian, di beberapa daerah pembuat minyak keletik masih bertahan, terutama di kawasan Ciamis bagian selatan. Sedangkan para petani lebih banyak menjual kelapa dari kebunnya dalam bentuk butiran.
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016