Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Pemuda Ansor menolak kedatangan parlemen Israel dalam sidang Inter Parliamentary Union (IPU) di Bali pada 29 April hingga 4 Mei 2007. Hal itu disampaikan Sekjen Gerakan Pemuda Ansor, Malik Haramain, di Jakarta, Rabu, terkait rencana kedatangan utusan parlemen Israel ke Indonesia pada sidang IPU di Bali. Malik menyatakan, kalau delegasi parlemen Israel tetap hair dalam idang IPU, pihaknya minta DPR melobi parlemen negara lain dan mengeluarkan resolusi yang menekan Israel. Semestinya, menurut dia, DPR bisa memainkan peran penting guna memperjuangkan rakyat Palestina yang masih tertindas. Kalau perlu membuat agenda untuk mencari formula agar delegasi parlemen Israel ini merasa bisa membebaskan para tahanan Palestina. Direktur Eksekutif Institut for Public Studies (IPS), Fadli Zon, berpendapat, DPR bisa dikatakan melanggar Undang-Undang Dasar 45, karena menerima delegasi parlemen Israel di sidang IPU. "Delegasi parlemen Israel adalah utusan resmi negara Israel. Itu artinya secara tidak langsung Indonesia mengakui eksistensi Israel," katanya. Menurut dia, menerima delegasi parlemen Israel itu sebuah sinyal yang kurang baik bagi DPR. Padahal, Pembukaan UUD 45 menegaskan Indonesia menolak adanya penjajahan, makanya tidak mengakui Israel, karena zionis-penjajah. Fadli Zon mengemukakan, penerimaan parlemen Indonesia terhadap delegasi Israel bisa menggangu hubungan dengan negara-negara Timur Tengah. Apalagi, ia menilai, di saat kasus Iran dan Israel sedang memanas terkait pengembangan nuklir Iran. "Padahal, saya tidak melihat adanya kepentingan Indonesia di IPU. Mestinya harus dipikirkan 'cost'-nya," katanya. Yang jelas, kata Fadli, kepentingan DPR tidak sejalan dengan aspirasi rakyat. Karena itu, sikap DPR bisa mendeligitamasi lembaga ini. Citranya makin buruk di mata rakyat, apalagi yang dikecewakan DPR adalah konstituen sendiri. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007