Yogyakarta (ANTARA News) - Kurikulum ekonomi Syariah di Indonesia perlu diperbarui, karena mahasiswa tingkat sarjana di Indonesia dinilai terlalu banyak dibebani dengan jumlah mata kuliah.
"Kurikulum perguruan tinggi, khususnya program studi Ekonomi Syariah harus diperbarui," ujar Perwakilan dari Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sutrisno, dalam Koordinasi Forum Ekonomi Syariah Perguruan Tinggi Muhammadiyah, di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta, Senin.
Hal itu, kata dia dinilai tidak efektif jika dibandingkan dengan jumlah total Satuan Kredit Semester yang harus diselesaikan mahasiswa.
"Mahasiswa tingkat sarjana itu diwajibkan menyelesaikan 144 SKS dalam jangka waktu maksimal tujuh tahun. Sedangkan 144 SKS itu rata-rata oleh perguruan tinggi dibagi ke dalam 70 mata kuliah, dengan masing-masing mata kuliah 2 SKS. Itu (mata kuliah) terlalu banyak. Harusnya 144 SKS itu terdiri dari 30 sampai 40 mata kuliah saja," tegas Sutrisno.
Sutrisno juga memaparkan, bahwa pakar dari luar negeri pernah mereview mata kuliah di Indonesia dan menilai dengan banyaknya jumlah mata kuliah maka akan terjadi "overlapping".
"Nanti apa yang akan diajarkan pada program S2 sudah diajarkan semuanya di S1. Harusnya mata kuliahnya dikurangi satu pertiganya, sehingga bobot SKS-nya menjadi tiga atau empat," ujar Sutrisno.
Penjelasan terkait kurikulum oleh perwakilan Majelis Dikti Muhammadiyah tersebut merupakan rangkaian Koordinasi Forum Ekonomi Syariah dan Workshop Kurikulum Perguruan Tinggi Muhamamdiyah se-Indonesia, katanya.
Forum tersebut, katanya lagi diikuti dua perwakilan dari masing-masing PTM yang memiliki program studi Ekonomi Syariah atau Muamalat.
Sementara itu, Ketua Panitia Dyah Pikanthi Diwanti menjelaskan bahwa forum yang diadakan di UMY kali ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan forum-forum Ekonomi Syariah yang diadakan di Jakarta di Universitas Muhammadiyah Jakarta beberapa waktu lalu.
Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016