Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Jakarta, Senin, mengatakan untuk integrasi tersebut akan ada penyesuaian di Peraturan OJK Nomor 19/POJK.03/2014, dan juga peyesuaian di ketentuan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang di bawah supervisi BI.
"Tentu akan disesuaikan. Namanya juga harmonisasi. Jadi nanti aturan BI juga ada (penyesuaian)," ujarnya.
Muliaman mengatakan salah satu bentuk integrasi tersebut adalah kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki produk simpanan di Laku Pandai dan juga menggunakan alat pembayaran di LKD.
"Jadi masyarakat tidak perlu ke dua tempat. Atau pengelolanya tidak perlu memelihara dua sistem dalam satu tempat," kata Muliaman.
Muliaman belum menjelaskan secara rinci bentuk integrasi tersebut, karena OJK saat ini masih gencar melakukan rapat untuk harmonisasi dua sistem tersebut.
Namun, kata Muliaman, tujuan utama penggabungan tersebut adalah untuk mempercepat peningkatan keuangan inklusif. Pemerintah memiliki target agar pada 2019 tingkat keuangan inklusif mencapai 75 persen.
Menurut data terakhir yang digunakan BI dan OJK, Indeks Keuangan Inklusif Indonesia baru sebesar 36 persen.
LKD merupakan program untuk meningkatkan keuangan inklusif dari BI, terutama untuk memberikan akses dan produk jasa keuangan di daerah luar Jawa. Sedangkan OJK memiliki program serupa yakni Laku Pandai.
Namun, terdapat perbedaan dalam pelaksanaan kedua program tersebut. LKD saat ini lebih digunakan untuk menyalurkan bantuan sosial dan menyediakan fasilitas transaksi pembayaran, sedangkan Laku Pandai fokus pada akses masyarakat untuk membuka tabungan di bank.
Saat ini banyak perbankan yang mengikuti dua program tersebut untuk meningkatkan penetrasi ke masyarakat di daerah. OJK menargetkan pada tahun ini dapat meningkatkan jumlah agen LKD menjadi 300 ribu agen. Sementara BI hingga September 2016, memiliki 103.673 agen.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016