Vatican City (ANTARA News) - Paus Fransiskus memimpin misa bagi 1.000 narapidana yang khusus diundang ke Vatikan pada Minggu (6/11), memberi mereka pesan harapan dan mengecam kemunafikan masyarakat.
Misa itu dihadiri oleh 3.000 orang lainnya termasuk sipir penjara dan sukarelawan dan tanpa kehadiran aparat kepolisian.
Paus Fransiskus rutin menemui para narapidana, baik selama di Italia maupun saat melakukan perjalanan ke luar negeri, tetapi ini merupakan kali pertama begitu banyak narapidana secara khusus diundang ke Vatikan menurut warta kantor berita AFP.
Paus asal Argentina tersebut mengenang kunjungan-kunjungannya ke penjara, mengatakan, "Setiap kali saya memasuki sebuah penjara, 'saya bertanya mengapa mereka dan bukan saya?', kita semua pernah melakukan kesalahan."
Para narapidana tersebut berasal dari berbagai penjara di Italia dan Spanyol, dan selain itu ada perwakilan dari 12 negara termasuk Inggris, Meksiko dan Afrika Selatan.
Paus menasihati para narapidana agar tidak kehilangan harapan.
"Harapan adalah karunia Tuhan," ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
"Jelas, melanggar hukum ada akibatnya, dan kehilangan kebebasan merupakan hal terburuk dari hukuman penjara karena pengaruhnya sangat dalam pada kita. Namun harapan tidak boleh sirna."
Ia mengatakan pemenjaraan bukan satu-satunya cara untuk membawa narapidana ke jalan yang lurus.
"Terkadang, kemunafikan tertentu membuat orang lain menilai kalian hanya sebagai pembuat dosa, dan penjara menjadi satu-satunya jawaban," ujarnya.
"Kita tidak berpikir tentang kemungkinan orang dapat mengubah hidup mereka; kita sedikit sekali percaya terhadap rehabilitasi. Namun dengan begitu kita lupa bahwa kita semua merupakan pendosa dan sering kali, tanpa disadari, kita juga merupakan narapidana…yang terkekang di dalam prasangka buruk atau diperbudak oleh berhala pandangan yang keliru."
Seorang narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup berbicara saat misa tersebut, yang menanggung beban ibu anak berusia 15 tahun bernama Andrea yang dia bunuh.
"Saya narapidana seumur hidup, dipenjara dalam 25 tahun terakhir," kata pria yang menjalani hukuman di penjara dengan pengamanan tinggi di dekat Milan itu.
Ibu korbannya, Elisabetta, bertemu dengan pembunuh anaknya melalui satu program untuk mempertemukan pelaku kejahatan dan korbannya.
Sebelum mengenal pembunuh anaknya, sang ibu punya "perasaan ngeri dan marah terhadap orang yang mengambil nyawa anaknya." Dan pada Maret, saat diizinkan meninggalkan penjara setelah 24 tahun, tahanan itu mengunjungi Andrea bersama Elisabetta.
Penerjemah: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016