Blasksburg, Virginia (ANTARA News) - Mahasiswa Virginia Tech, Jiyoun Yoo, merasa cemas saat mendengar seorang pria bersenjata telah mengamuk di kampusnya, yang menewaskan 32 orang. Ketika berita merebak Selasa bahwa pria bersenjata itu adalah mahasiswa Korea Selatan, ketakutannya mendapat arah baru. "Saya dari Korea Selatan, jadi saya agak sedikit takut," kata Yoo, saat ia berjalan di kampus itu. Hanya satu orang yang bertanggungjawab atas pembunuhan besar-besaran itu, katanya, "tapi mungkin hal tersebut akan berdampak pada semua mahasiswa Korea Selatan." Pria bersenjata yang melakukan amukan tembakan terburuk dalam sejarah modern AS itu dikenali sebagai Cho Seung-Hui, 23, mahasiswa kesusasteraan Inggris. Ia telah tinggal secara sah di AS dengan orangtuanya selama 14 tahun, kata seorang pejabat imigrasi AS, seperti dikutip Reuters. Yoo, mahasiswa tingkat sarjana, mengatakan ia tidak kenal pria bersenjata itu dan tidak ada seorang pun dari teman Koreanya yang mendengar mengenai dia sebelumnya. Ia mengatakan keluarganya di Seoul mengkhawatirkan Yoo mungkin akan menjadi sasaran jika ada pembalasan dendam terhadap mahasiswa Asia di Virginia Tech. "Itu berita besar di Korea Selatan. Kemarin mereka mengkhawatirkan apakah saya selamat, sekarang mereka khawatir mungkin akan ada risiko karena saya orang Korea Selatan," kata Yoo. Pemerintah Korea Selatan juga menyampaikan kekhawatiran mengenai balas dendam. "Kami bekerja secara rapat dengan misi diplomatik kami dan asosiasi warga Korea setempat dalam mengantisipasi setiap situasi yang mungkin muncul," kata seorang pejabat kementerian luar negeri. Korea Selatan memiliki jumlah terbesar mahasiswa asing di AS -- hampir 15 persen -- menurut situs Internet Adat dan Pelaksanaan AS. "Saya kira itu akan mempengaruhi kami dengan sangat serius," kata Sunwoong Kim, ketua Perhimpunan Guru Besar Universitas Korea-Amerika. "Hal itu tentu saja akan menimbulkan stereotip orang Korea Amerika karena ia kebetulan saja orang Korea dan sendirian dan, di bawah tekanan emosi, ia bertindak dengan sangat garang," kata Kim, gurubesar di Universitas Wisconsin. Sebanyak 1.655 mahasiswa di Virginia Tech, atau 62 persen, adalah orang Asia, kata situs Internet universitas itu. Mahasiswa kulit putih di kampus itu mengabaikan dugaan kemungkinan akan ada pembalasan dendam terhadap mahasiswa asing di universitas itu. "Belum pernah melintasi pikiran saya," kata Andrew Rusah, 20, seorang mahasiswa akuntansi. "Ada masyarakat Asia yang sangat besar di kampus dan kami semua bersama-sama dalam kelas sepanjang hari. Sangat terintegrasikan, saya tidak memikirkan hal itu akan mengubah sesuatu." Warga kelahiran-asing di Blacksburg mengatakan kota itu, yang terletak di pegunungan di bagian baratdaya Virginia, merupakan tempat yang ramah bagi orang asing. "Tiap orang senantiasa terbuka dan suportif," kata Xiaojin Moore, pemilik bersama toko grosir Oasis World Market, 1,6 Km dari kampus. Moore, seorang asli China, mengharapkan tiga anaknya yang masih kecil tidak akan menjadi sasaran karena wajah Asia mereka. "Kami hanya ingin dibiarkan sendirian untuk memikirkan keadaan, hingga keadaan mereda," kata Moore. (*)
Copyright © ANTARA 2007