“Hal ini diperlukan mengingat pembinaan industri kecil dan menengah pada dasarnya merupakan tanggung jawab kita bersama dan seyogyanya juga menjadi komitmen kita untuk maju secara bersama,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat siaran pers diterima Jakarta, Kamis.
Airlangga menjelaskan, pengembangan industri kendaraan bermotor memiliki efek berganda yang cukup luas. Mulai dari menciptakan aktivitas ekonomi pada kegiatan perakitan dan manufaktur komponen, hingga menimbulkan kegiatan ekonomi pada sektor distribusi dan aktivitas pelayanan purna jualnya.
“Industri komponen sebagai kekuatan industri kendaraan bermotor nasional, mutlak untuk terus dikembangkan dalam upaya memperdalam struktur industrinya,” tegas Airlangga.
Bahkan, saat ini sepeda motor yang diproduksi di Indonesia telah mencapai 90 persen dalam penggunaan komponen lokal. Dengan kuatnya industri komponen dalam negeri tersebut, lanjutnya, akan mengurangi ketergantungan komponen impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan, industri sepeda motor di Indonesia telah selangkah lebih maju dibanding industri kendaraan roda empat dalam hal penerapan standar emisi gas buang.
"Kami sudah Euro 3, bahkan kami siap untuk masuk ke Euro yang lebih tinggi. Kami juga menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero) untuk menyediakan bahan bakar yang memenuhi standar emisi gas buang Euro 4," tuturnya.
Gunadi juga mengajak semua pihak bersinergi dalam pengembangan industri sepeda motor nasional, termasuk potensi peningkatan ekspornya. “Industri nasional ke depannya diarahkan untuk memperkuat ekspor.
Tahun ini total ekspor industri motor di bawah AISI sejumlah 300 ribu unit. Kami berharap tahun 2020 akan meningkat 1.000 persen. Dengan jumlah ini total produksi nasional bisa mencapai 10 juta unit,” paparnya.
Di sisi lain, Gunadi menjelaskan bahwa pertumbuhan industri sepeda motor sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja, dimana sektor ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai dua juta orang.
"Jika dirata-rata satu orang pekerja menanggung empat orang lain, maka ada delapan juta jiwa yang bergantung dari industri ini. Bukan hanya di sektor formal, tetapi hingga sektor informal seperti pekerja bengkel di daerah-daerah,” jelasnya.
Airlangga menjelaskan, pengembangan industri kendaraan bermotor memiliki efek berganda yang cukup luas. Mulai dari menciptakan aktivitas ekonomi pada kegiatan perakitan dan manufaktur komponen, hingga menimbulkan kegiatan ekonomi pada sektor distribusi dan aktivitas pelayanan purna jualnya.
“Industri komponen sebagai kekuatan industri kendaraan bermotor nasional, mutlak untuk terus dikembangkan dalam upaya memperdalam struktur industrinya,” tegas Airlangga.
Bahkan, saat ini sepeda motor yang diproduksi di Indonesia telah mencapai 90 persen dalam penggunaan komponen lokal. Dengan kuatnya industri komponen dalam negeri tersebut, lanjutnya, akan mengurangi ketergantungan komponen impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan, industri sepeda motor di Indonesia telah selangkah lebih maju dibanding industri kendaraan roda empat dalam hal penerapan standar emisi gas buang.
"Kami sudah Euro 3, bahkan kami siap untuk masuk ke Euro yang lebih tinggi. Kami juga menunggu kesiapan PT Pertamina (Persero) untuk menyediakan bahan bakar yang memenuhi standar emisi gas buang Euro 4," tuturnya.
Gunadi juga mengajak semua pihak bersinergi dalam pengembangan industri sepeda motor nasional, termasuk potensi peningkatan ekspornya. “Industri nasional ke depannya diarahkan untuk memperkuat ekspor.
Tahun ini total ekspor industri motor di bawah AISI sejumlah 300 ribu unit. Kami berharap tahun 2020 akan meningkat 1.000 persen. Dengan jumlah ini total produksi nasional bisa mencapai 10 juta unit,” paparnya.
Di sisi lain, Gunadi menjelaskan bahwa pertumbuhan industri sepeda motor sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja, dimana sektor ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai dua juta orang.
"Jika dirata-rata satu orang pekerja menanggung empat orang lain, maka ada delapan juta jiwa yang bergantung dari industri ini. Bukan hanya di sektor formal, tetapi hingga sektor informal seperti pekerja bengkel di daerah-daerah,” jelasnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016