Negara kita adalah negara `Bhinneka Tunggal Ika`. Suku, agama, dan ras, dari Sabang sampai Merauke justru menjadi kekuatan untuk bersatu, sehingga tidak boleh berkonflik karena alasan SARA."
Jakarta (ANTARA News) - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan konflik terbuka yang terjadi dalam lingkup nasional dapat menyebabkan negara terganggu dan kalah dalam berkompetisi secara ekonomi dengan negara lain.
"Untuk itu, negara kita tidak boleh lagi terjadi konflik besar seperti yang terjadi di Ambon, Poso, maupun Peristiwa 1998. Itu semua membuat negara terganggu dan pembangunan ekonomi akan mundur ke belakang," kata Tito usai menghadiri Forum Perdamaian Dunia (World Peace Forum/WPF) ke-6 di Jakarta, Rabu.
Terganggunya stabilitas dan perkembangan ekonomi akibat konflik menyebabkan negara menjadi kalah bersaing dengan negara lain.
"Yang diuntungkan tentu adalah negara lain yang turut berkompetisi, karena kita menjadi tidak mampu (bersaing) sebab ada gangguan dalam negeri," ucap mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut.
Tito berpendapat Indonesia sampai saat ini sudah baik dalam mengelola konflik sehingga tetap memastikan pembangunan berjalan.
Dia mencontohkan dengan pertumbuhan ekonomi yang bertumbuh cukup baik dan kondisi masyarakat yang secara bertahap menjadi semakin sejahtera.
Guna melanggengkan pertumbuhan tersebut, Tito berpesan agar masyarakat Indonesia bersedia merawat persatuan dan menciptakan kondisi damai.
"Negara kita adalah negara Bhinneka Tunggal Ika. Suku, agama, dan ras, dari Sabang sampai Merauke justru menjadi kekuatan untuk bersatu, sehingga tidak boleh berkonflik karena alasan SARA," ucap dia.
Tito menjadi salah satu pembicara dalam WPF ke-6 yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan CDCC dan Cheng Ho Multi-Culture Education Trust yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tahun ini, WPF mengusung topik "Melawan Ekstremisme Kekerasan: Martabat Manusia, Ketidakadilan Global, dan Tanggung Jawab Bersama".
Pemilihan topik tersebut berangkat dari situasi global yang masih banyak diwarnai oleh ekstremisme kekerasan (violent extremism), bahkan fenomena ini cenderung menjadi pembahasan utama dalam wacana dan kajian forum-forum tingkat nasional maupun internasional.
Bentuk kekerasan baik verbal maupun fisik merupakan persoalan global yang perlu diselesaikan melalui aksi bersama.
Ketua CDCC, Din Syamsudin, mengatakan agenda tersebut menghadirkan para pegiat perdamaian di seluruh dunia yang terdiri dari politisi, agamawan, dan kaum intelektual.
"Kami ingin membicarakan isu-isu terkait ketiadaan perdamaian. Nanti rekomendasinya akan disampaikan ke lembaga internasional dan lingkaran mereka sebagai pertimbangan," ucap Din.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016