Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyayangkan Indonesia masih menjadi tujuan ekspor pakaian bekas dari sejumlah negara yang kerap dilaporkan oleh petugas Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
"Saya hampir setiap hari mendapat laporan dari jajaran bea cukai soal impor pakaian bekas. ini kan kita dianggap sebagai pasar barang pakaian bekas, saya berjanji dari sisi bea cukai akan tegaskan aturan dan mengidentifikasi siapa pelaku impornya," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Temu Menperin dan Pelaku Usaha Industri Kulit, Alas Kaki dan Aneka di Gedung Kemenperin, Jakarta.
Importasi pakaian bekas tersebut, lanjut Sri Mulyani, menggambarkan bahwa pasar untuk industri mode di Indonesia sangat besar, yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri dalam negeri.
Untuk itu, Sri Mulyani mengimbau agar industri mode di Indonesia terus meningkatkan kreativitasnya untuk dapat bersaing dengan produk impor, baik dari sisi kualitas maupun harga.
Ia menambahkan, pihak Kementerian Keuangan berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri melalui fasilitas-fasilitas kebijakan yang mampu mendorong geliat dunia usaha.
"Kami sebagai penjaga dan harus buat policy dihadapkan dengan harga murah, kualitas bagus di sisi lain produsen membutuhan kualitas persiangan yang sehat, Nah kami ada di tengah-tengah," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah akan memfasilitasi hal-hal yang berkaitan untuk mendorong daya saing industri, misalnya dari penggunaan listrik, upah hingga fasilitas fiskal.
Namun, tambahnya, jika pertumbuhannya dihambat oleh ketidakmampuan pelaku usaha karena inovasi dan kreativiktas, hal tersebut menjadi tanggung jawab sendiri.
"Jika produk anda tidak punya kompetisi, saya tidak bisa bantu. Anda harus mencari inspirasi sendiri. Kalau saya lihat, di negara-negara lain, Indonesia tidak kalah, bagus banget dan saya yakin potensi ini luar biasa dan saya yakin memiliki inovasi luar biasa," pungkasnya.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016