Jakarta (ANTARA News) - Presiden Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan, Lee Kang Hyun, mengatakan, masalah pungutan liar di bidang keimigrasian menjadi salah satu hal yang paling banyak dikeluhkan pengusaha negeri ginseng dalam berinvestasi di Indonesia.
Lee, seusai Forum Investor Korea Selatan, di Jakarta, Senin, mengatakan, keluhan itu bukan hanya keluar dari para investor negeri ginseng, tetapi hampir oleh semua investor asing yang tinggal di Indonesia.
"Sebagai pengusaha atau investor, kami anggap ini kesulitan," katanya.
Lee mengaku pungli kerap diterapkan dalam kepengurusan administrasi tenaga kerja asing. Meski sudah ada arahan untuk memberantas pungutan liar (pungli), pihaknya tetap khawatir hal itu tetap terjadi karena sistem dan kesejahteraan di Indonesia yang belum optimal.
"Kemarin Pak Jokowi sudah mengumumkan tidak ada pungli lagi tapi kami khawatir di lapangan tidak seperti itu," katanya.
Ketua Komite Imigrasi dan Pekerja Kadin Korea di Indonesia, Kim Min Gyu, mengaku salah satu masalah rumit dan kerap mendapat pungli adalah dalam pengurusan KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) menjadi KITAP (Kartu Izin Tinggal Tetap) yang memerlukan rekomendasi Ditjen Imigrasi dan kantor wilayah imigrasi setempat.
Kim mengaku kerap diminta membayar sekitar Rp12 juta hingga Rp18 juta untuk satu tanda tangan rekomendasi.
"Walaupun persyaratan sudah lengkap, tapi itu (pungli) yang bikin sulit. Jadi membuat KITAP kami harus keluarkan puluhan juta," katanya.
Ia juga mengaku seringkali dokumen yang dibawanya ditahan beberapa waktu sehingga menghambat kegiatannya.
Hendratmoko, Kasie Izin Tinggal Negara Tertentu Kementerian Hukum dan HAM, mengaku pelanggaran berupa pungli memang kerap terjadi.
Ia pun meminta para investor untuk melaporkan pelanggaran tersebut ke nomor hotline Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM.
Hendratmoko menambahkan, sistem imigrasi kini terus melakukan perubahan untuk mencegah pungli, diantaranya dengan sistem online.
"Sebetulnya imigrasi progresnya bagus dan izin tiggal secara online dan elektronik. Ini bisa menekan oknum mengambil banyak keuntungan, juga memberikan kepastian biaya dan waktu," tuturnya.
Pewarta: Ade Junida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016