Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menegaskan bahwa jumlah cangkul impor yang digunakan di dalam negeri sangat kecil atau tidak signifikan dibandingkan kebutuhan cangkul nasional.
"Kebutuhan cangkul nasional rata-rata sebesar 10 juta unit per tahun, sementara importasinya sebesar 86.160 unit," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward di Jakarta, Senin.
Dody mengakui bahwa Kemendag memberikan izin kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor kepala cangkul pada Juni 2016 dan izin tersebut berakhir pada Desember 2016.
Menurut Dody, dari total izin impor kepala cangkul yang berikan, yakni sebesar 1,5 juta unit, realisasi impornya hanya sebesar 5,7 persen atau 86.190 unit.
"Jadi, mengapa masih impor, memang karena masih dibutuhkan. Impornya juga bukan dalam bentuk utuh, hanya kepala cangkulnya saja. Jadi, masih perlu disempurnakan di dalam negeri," ungkap Doddy.
Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menyampaikan, kebutuhan cangkul nasional sebagian besar dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Menurutnya, industri besar di dalam negeri mampu memproduksi 700 ribu cangkul per tahun, sementara terdapat 2.000 Industri Kecil Menengah (IKM) yang turut memproduksi cangkul dan tersebar di 12 sentra industri.
"Koordinasi dengan Kemendag sangat erat. Ada proses 6 bulan untuk menghitung dan memberikan izin impor. Itu dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari kemenperin dengan waktu dan jumlah yang ditentukan," papar Putu.
Kepala Badan Penelitian dan Pengkajian Industri Haris Munandar menambahkan, industri dalam negeri saat ini mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan cangkul nasional yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
"SNI cangkul memang masih bersifat sukarela. Kita sudah punya standar mutu yang dilakukan produsen cangkul di dalam negeri," pungkasnya.
Penerjemah: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016