Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman batal hadir sebagai saksi dalam sidang praperadilan, karena sakit.
"Berdasarkan keterangan yang bersangkutan (Irman Gusman) tadi pagi jam 07.00 WIB mengeluh sakit," kata Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Ia menjelaskan bahwa dokter KPK telah mendatangi Irman Gusman bersama dengan jaksa penuntut umum (JPU), dan petugas tahanan di Rumah Tahanan Guntur yang menyatakan Irman Gusman tidak bisa hadir akibat sakit.
"Berdasarkan keterangan dokter pada pukul 09.00 WIB yang bersangkutan tidak bisa hadir," ucap Setiadi.
Sebelumnya, Irman Gusman dijadwalkan hadir dalam sidang lanjutan praperadilan pada Senin sebagai saksi yang diajukan oleh pihak pemohon.
Sidang praperadilan Irman Gusman akan dilanjutkan pada Selasa (1/11) dengan penyerahan kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon.
Selanjutnya pada Rabu (2/11), PN Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya akan membacakan putusan akhir sidang praperadilan Irman Gusman.
Dalam permohonan praperadilannya, Irman Gusman secara total mengajukan 11 pokok permohonan (petitum).
Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2016 dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.
Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.
Irman Gusman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Xaverius dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.
Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga bertindak seolah sebagai penasehat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016