Aden, Yaman (ANTARA News) - Presiden Yaman Abedrabbo Mansour Hadi menolak usul perdamaian dari utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ismail Ould Cheikh Ahmed untuk mengakhiri perang di negaranya menurut sumber kepresidenan kepada kantor berita AFP.
Hadi "menerima Ould Cheikh Ahmed dan menolak menjalankan usul PBB" yang disampaikan kepadanya menurut sumber kepresidenan pada Sabtu (29/10).
Isi peta jalan perdamaian yang telah dipaparkan utusan tersebut kepada pemberontak pada Selasa belum dipublikasikan.
Namun sumber yang mengetahui informasi itu menyatakan usul perdamaian utusan PBB menyeru kesepakatan untuk menunjuk wakil presiden baru setelah pemberontak mundur dari ibu kota Sanaa dan kota lainnya dan menyerahkan senjata berat kepada pihak ketiga.
Hadi selanjutnya akan mengalihkan kekuasaan kepada sang wakil presiden, yang akan menunjuk perdana menteri baru guna membentuk pemerintahan.
Situs sabanew.net mengutip Hadi yang menyatakan bahwa peta jalan tersebut "hanya membuka pintu menuju lebih banyak penderitaan dan perang, dan bukan peta jalan damai."
Pernyataan itu menegaskan bahwa Hadi menolak menerimanya, mengutip dia mengatakan bahwa rencana itu "memberikan penghargaan terhadap pemberontak sementara menghukum rakyat dan legitimasi Yaman."
Pemberontak yang didukung Iran menguasai Sanaa pada September 2014 sebelum memperketat cengkeraman kekuasaan mereka dan memaksa Hadi melarikan diri bersama anggota pemerintahannya.
Sementara pemerintah memindahkan markas sementaranya ke kota kedua Aden, Hadi tinggal di Riyadh bersama sebagian besar pejabat senior sementara keamanan kota pelabuhan Yaman itu masih rentan.
Loyalisnya bertempur memerangi pemberontak didukung koalisi pimpinan Arab Saudi yang membombardir pemberontak sejak Maret 2015.
Anggota utama koalisi, Uni Emirat Arab, menyambut usul utusan PBB tersebut pada Kamis.
Menteri Urusan Luar Negeri Emirat Anwar Gargash mengatakan di Twitter bahwa "peta jalan yang dipaparkan mewakili solusi politis untuk krisis Yaman."
Pemberontak belum merespons usul perdamaian tersebut dan Arab Saudi belum menanggapinya.
Hampir 7.000 orang tewas dalam konflik Yaman sejak Maret 2015 dan lebih dari 35.000 lainnya terluka. Perang juga telah memaksa tiga juta warga Yaman mengungsi dan jutaan orang membutuhkan bantuan makanan.(kn)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016